Otoritas Sosok Menakutkan dalam Belajar

    Topik ketiga dari Buku Meditasi Bersama Jiddu Krisnamurti, adalah Otoritas. Menyambung 2 topik yang telah disharing pada kesempatan lalu.

    Otoritas,laksana seorang jendral dengan segala hormat dan etika kedudukannya, merupakan penghalang bagi manusia untuk belajar dan mengenal dirinya. Keangkuhan sebuah otoritas telah membasmi dan menghancurkan seluruh rencana bangunan kesadaran yang akan dibangun.

    Otoritas, adalah sesuatu baik yang bersifat fisik maupun imaginasi yang kita sandari untuk mendapatkan kenyamanan, dan kepuasan

    Otoritas apapun itu, adalah buruk bagi pengembangan kesadaran

    Silakan simak lebih lengkap dalam paragraf-paragraf singkat di bawah ini!

    Otoritas 14 Januari
    Otoritas Menghalangi Belajar

    Pada umumnya kita belajar melalui pengkajian, melalui buku-buku, melalui pengalaman, atau melalui pengajaran.

    Semua itu adalah cara umum untuk belajar.

    Kita menghafalkan apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan, bagaimana harus berpikir dan bagaimana tidak seharusnya berpikir, bagaimana merasakan, bagaimana bereaksi.

    Melalui pengalaman, melalui studi, melalui analisis, melalui penggalian, melalui pemeriksaan introspektif, kita menimbun pengetahuan sebagai ingatan; dan lalu ingatan merespons tantangan dan tuntutan baru, yang dari situ terjadi proses belajar lebih lanjut. ...

    Apa yang dipelajari dimasukkan ke dalam ingatan sebagai pengetahuan, dan pengetahuan itu berfungsi bila terdapat tantangan, atau bila kita ingin melakukan sesuatu.

    Nah, saya rasa ada cara belajar yang sama sekali lain, dan saya akan berbicara sedikit tentang itu; tetapi untuk memahaminya, dan untuk belajar dengan cara lain ini, Anda harus membuang otoritas sama sekali; kalau tidak, Anda hanya akan diajari, dan Anda hanya akan mengulang apa yang Anda dengar.

    Itulah sebabnya sangat penting untuk memahami hakikat otoritas.

    Otoritas menghalangi belajar—belajar yang bukan penimbunan pengetahuan sebagai ingatan. Ingatan selalu merespons dalam pola; tidak ada kebebasan.

    Orang yang terbebani dengan pengetahuan, dengan pengajaran, yang terbungkuk-bungkuk dengan hal-hal yang telah dipelajarinya, tidak pernah bebas. Ia mungkin luar biasa fasih berbicara, tetapi timbunan pengetahuannya menghalanginya untuk bebas, dan oleh karena itu ia tidak mampu belajar.

    Otoritas 15 Januari
    Menghancurkan Adalah Menciptakan

    Untuk bebas Anda harus memeriksa otoritas, seluruh kerangka otoritas, mencabik-cabik seluruh hal yang kotor itu. Dan itu membutuhkan energi, energi fisik sesungguhnya, dan itu juga menuntut energi psikologis. Tetapi energi itu musnah, terbuang percuma, bila kita berada dalam konflik. ...

    Jadi, bila terdapat pemahaman akan seluruh proses konflik, maka terjadilah pengakhiran dari konflik, dan terdapat energi berlimpah. Lalu Anda dapat melanjutkan terus, meruntuhkan rumah yang telah Anda bangun selama berabad-abad dan tidak punya makna sama sekali.

    Anda tahu, menghancurkan adalah menciptakan. Kita harus menghancurkan, bukan bangunan fisik, bukan sistem sosial atau ekonomi—ini terjadi setiap hari—melainkan pertahanan-pertahanan psikologis, baik yang disadari atau tak disadari, rasa aman yang telah kita bangun secara rasional, individual, mendalam, atau dangkal.

    Kita harus meruntuhkan semua itu agar kita sepenuhnya tanpa pertahanan, karena Anda harus tanpa pertahanan untuk dapat mencinta dan merasakan kasih sayang.

    Maka Anda akan melihat dan memahami ambisi, otoritas; dan Anda mulai melihat kapan otoritas perlu dan pada tingkat mana—otoritas polisi dan tidak lebih. Maka tiada otoritas pembelajaran, tiada otoritas pengetahuan, tiada otoritas kemampuan, tiada otoritas yang diambil oleh fungsi dan yang menjadi kedudukan.

    Memahami seluruh otoritas—dari guru-guru, Master-Master, dan lain-lain—membutuhkan batin yang amat tajam, otak yang jernih, bukan otak yang keruh, bukan otak yang tumpul.

    Otoritas 16 Januari
    Kebajikan Tidak Punya Otoritas

    Dapatkah batin bebas dari otoritas, yang berarti bebas dari rasa takut, sehingga ia tidak mungkin lagi menjadi pengikut?

    Jika ya, ini mengakhiri peniruan, yang menjadi mekanis.

    Bagaimana pun juga, kebajikan, etika, bukanlah mengulang-ulang apa yang baik.

    Pada saat itu menjadi mekanis, itu bukan lagi kebajikan. Kebajikan adalah sesuatu yang harus berlangsung dari saat ke saat, seperti kerendahan hati.

    Kerendahan hati tidak bisa dipupuk, dan batin yang tidak punya kerendahan hati tidak bisa belajar.

    Jadi kebajikan tidak punya otoritas.

    Moralitas masyarakat bukan moralitas sama sekali; itu bahkan tidak bermoral karena mengakui kompetisi, keserakahan, ambisi, dan oleh karena itu masyarakat justru mendorong imoralitas.

    Kebajikan adalah sesuatu yang mengatasi moralitas.

    Tanpa kebajikan tidak ada ketertiban, dan ketertiban bukan menurut suatu pola, menurut suatu rumusan. Batin yang mengikuti suatu rumusan dengan mendisiplinkan dirinya sendiri untuk mencapai kebajikan akan menciptakan masalah imoralitas bagi dirinya sendiri.

    Suatu otoritas luar yang diobyektifkan oleh batin—selain dari hukum—sebagai Tuhan, sebagai moralitas dan sebagainya menjadi destruktif ketika batin berupaya memahami apa kebajikan sejati itu.

    Kita memiliki otoritas kita sendiri sebagai pengalaman, sebagai pengetahuan, yang kita coba ikuti.

    Terdapat pengulangan, peniruan terus-menerus yang kita kenal ini.

    Otoritas psikologis—bukan otoritas hukum, atau polisi yang menjaga ketertiban—otoritas psikologis, yang dimiliki setiap orang, menghancurkan kebajikan karena kebajikan adalah sesuatu yang hidup, bergerak. Seperti Anda tidak mungkin memupuk kebajikan, seperti Anda tidak mungkin memupuk cinta, begitu pula Anda tidak mungkin memupuk kebajikan; dan di situ terdapat keindahan yang luhur.

    Kebajikan adalah nonmekanis, dan tanpa kebajikan tidak ada landasan untuk berpikir secara jernih.

    Otoritas 17 Januari
    Batin yang Tua Terikat oleh Otoritas

    Masalahnya adalah: mungkinkah batin yang begitu terkondisi—terdidik dalam sekte, agama yang tak terhitung banyaknya, dan segala takhyul, ketakutan—melepaskan diri dari dirinya sendiri dan dengan demikian menghasilkan batin yang baru?

    ...

    Batin yang tua pada dasarnya adalah batin yang terikat oleh otoritas.

    Saya tidak menggunakan istilah ‘otoritas’ dalam arti hukum; yang saya maksud dengan kata itu adalah otoritas sebagai tradisi, otoritas sebagai pengetahuan, otoritas sebagai pengalaman, otoritas sebagai cara untuk memperoleh rasa aman dan tinggal dalam rasa aman itu, secara lahiriah atau batiniah, oleh karena bagaimana pun juga, itulah yang selalu dicari oleh batin—suatu tempat yang di situ ia bisa merasa aman, tak terganggu.

    Otoritas seperti itu mungkin otoritas sebuah gagasan yang diterapkan sendiri, atau apa yang disebut gagasan religius tentang Tuhan, yang tidak punya realitas bagi orang yang benar-benar religius.

    Gagasan bukan fakta, tapi fiksi.

    Tuhan adalah fiksi; Anda mungkin percaya itu, tapi itu tetap fiksi. Tetapi untuk menemukan Tuhan, Anda harus menghancurkan fiksi itu sepenuhnya, oleh karena batin yang tua adalah batin yang takut, yang ambisius, yang takut mati, takut hidup, dan takut berhubungan; dan batin seperti itu terus-menerus, sadar atau tidak sadar, mencari sesuatu yang abadi, mencari rasa aman.

    Otoritas 18 Januari
    Bebas Sejak Awal

    Jika kita bisa memahami dorongan di balik keinginan kita untuk menguasai atau dikuasai, maka mungkin kita bisa bebas dari efek memasung dari otoritas.

    Kita ingin merasa pasti, merasa benar, memperoleh sukses, mengetahui; dan keinginan akan kepastian ini, akan keabadian, di dalam diri kita membangun otoritas pengalaman pribadi, sementara di luar membangun otoritas masyarakat, keluarga, agama, dan sebagainya.

    Tetapi sekadar mengabaikan otoritas saja, membuang simbol-simbol lahiriahnya saja, sangat sedikit maknanya.

    Melepaskan diri dari suatu tradisi dan memeluk tradisi lain, meninggalkan pemimpin ini dan mengikuti pemimpin itu, adalah suatu perilaku yang dangkal.

    Jika kita ingin menyadari seluruh proses otoritas, jika kita ingin melihat sifatnya yang tertuju ke dalam, jika kita ingin memahami dan mengatasi keinginan akan kepastian, maka kita harus memiliki kesadaran dan pencerahan yang luas; kita harus bebas, bukan pada akhir, melainkan sejak awal.

    Otoritas 19 Januari
    Pembebasan dari Ketidaktahuan, dari Kesedihan

    Kita menyimak dengan harapan dan ketakutan, kita mencari cahaya orang lain, tetapi tidak bersikap pasif dengan waspada untuk dapat memahami.

    Jika orang yang telah bebas tampak memenuhi keinginan kita, kita menerimanya; jika tidak, kita terus mencari orang yang akan memenuhi keinginan kita; dan yang diinginkan oleh kebanyakan kita adalah pemuasan pada berbagai tingkat.

    Yang penting bukanlah bagaimana mengenali orang yang telah bebas, melainkan bagaimana memahami diri Anda.

    Tidak ada otoritas di sini sekarang, atau di akhirat nanti, yang dapat memberi Anda pengetahuan tentang diri Anda; tanpa pengenalan-diri tidak ada pembebasan dari ketidaktahuan, dari kesedihan

    Otoritas 20 Januari
    Mengapa Kita Menjadi Pengikut?

    Mengapa kita menerima, mengapa kita menjadi pengikut?

    Kita mengikuti otoritas orang lain, pengalaman orang lain, lalu meragukannya; pencarian otoritas ini, beserta ikutannya yakni kekecewaan, adalah proses yang menyakitkan bagi kebanyakan dari kita.

    Kita menyalahkan atau mengritik otoritas, pemimpin, guru yang dulu diterima, tetapi kita tidak menyelidiki kehausan kita sendiri akan otoritas yang dapat menuntun perilaku kita; sekali kita memahami kehausan ini, kita akan memahami pula makna keraguan.

    Otoritas dalam Pembelajaran
    Otoritas Merusak si Pemimpin dan Pengikut
    sumber: https://kriyayoganusantara.wordpress.com
    Otoritas 21 Januari
    Otoritas Merusak Si Pemimpin maupun Pengikut

    Kesadaran-diri adalah sulit, dan karena kebanyakan dari kita lebih menyenangi jalan yang mudah dan memberikan impian, kita membuat otoritas yang membentuk pola kehidupan kita.

    Otoritas mungkin berupa kolektif, negara; atau mungkin bersifat pribadi, Master, juruselamat, guru.

    Otoritas dalam bentuk apa pun membutakan, ia menghasilkan sikap tidak mau berpikir; dan karena kebanyakan dari kita mendapati bahwa berpikir berarti mengalami kesakitan, kita menyerahkan diri kepada otoritas.

    Otoritas menyangkut kekuasaan, dan kekuasaan selalu disentralisir dan oleh karena itu sama sekali merusak; ia merusak, bukan hanya si pemegang kekuasaan, melainkan juga merusak orang yang mengikutinya.

    Otoritas pengetahuan dan pengalaman adalah menyesatkan, entah itu diletakkan pada sang Master, wakilnya atau rohaniwan.

    Yang penting adalah hidup Anda sendiri, konflik yang tampak tak ada hentinya ini, bukan pola perilaku atau sang pemimpin.

    Otoritas Master dan rohaniwan mengalihkan perhatian Anda dari masalah pokok, yang adalah konflik di dalam diri Anda sendiri.

    Tulisan sebelumnya:

    MUTIARA KEHIDUPAN
    Meditasi Harian Bersama Krishnamurti
    oleh: J. Krishnamurti
    Yayasan Krishnamurti Indonesia Jakarta
    
    Diterjemahkan dari:
    THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti.
    © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America
    ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
    © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
    
    Posted by Teguh De

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Masukkan komentar dan atau pertanyaan .......