Pandan wangi (atau biasa disebut pandan saja) adalah jenis tumbuhan monokotil dari famili Pandanaceae yang memiliki daun beraroma wangi yang khas. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Tumbuhan ini-nama ilmiahnya Pandanus amaryllifolius-, dapat ditemukan tumbuh secara alami di berbagai tempat di pekarangan atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Akarnya besar dan memiliki akar tunggang yang menopang tumbuhan ini bila telah cukup besar.
Pandan Wangi
Daunnya memanjang seperti daun palem dan tersusun secara roset yang rapat, panjangnya dapat mencapai 60 cm.
Beberapa varietas memiliki tepi daun yang bergerigi.
Pemanfaatan Pandan Wangi
Seperti di singgung di atas, daun tumbuhan merupakan komponen cukup penting dalam tradisi boga Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya sebagai pewangi makanan karena aroma yang dihasilkannya.
Daun pandan biasa dipakai dalam pembuatan kue atau masakan lain seperti kolak dan bubur kacang hijau.
Sewaktu menanak nasi, daun pandan juga kerap diletakkan di sela-sela nasi dengan maksud supaya nasi menjadi beraroma harum.
Aroma harum yang khas ini terasa kuat ketika daunnya masih cukup segar atau agak kering.
Selain sebagai pengharum kue, daun pandan juga dipakai sebagai sumber warna hijau bagi makanan (selain daun suji), sebagai komponen hiasan penyajian makanan, dan juga sebagai bagian dalam rangkaian bunga di pesta perkawinan (dironce) untuk mengharumkan ruangan.
Daun pandan banyak digunakan terutama dalam membuat kue-kue tradisional Indonesia atau asia. Namun, tidak hanya itu, manfaat daun pandan ini pun tentu saja tak diragukan lagi. Selian untuk aroma makanan, pandan wangi juga bisa dimanfaat untuk pewangi ruangan.
Panda wangi untuk mengusir Kecoa?
.
Selian untuk aroma makanan, pandan wangi juga bisa dimanfaat untuk pewangi ruangan Salah satunya untuk diletakkan di kamar mandi. Disamping untuk pewangi ruangan, dapat pula difungsikan sebagai pengusir kecoak.
Cara Usir Kecoak dengan Daun Pandan
Berdasarkan sumber yang dapat dipercaya, siapa sangka kalau daun pandan dapat pula dijadikan bahan untuk mengusir kecoak.
Siapa coba yang sering dibuat repot dengan munculnya kecoak di kamar mandi?
Jika mengusirnya dengan obat pembasmi serangga tidak membuahkan hasil, kita coba lakukan tips berikut. Hanya dengan modal 4-6 lembar daun pandan saja kecoak dijamin lenyap dan kamar mandi akan mempunyai aroma harum yang khas.
.
Penyiapan Media Pandan
Berikut langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat pengusir kecoak dengan pandan wangi.
Iris tipis 4-6 lembar daun pandan wangi.
Masukkan irisan pandan ke dalam mangkuk atau wadah yang terbuka.
Letakkan wadah di atas kloset, rak, atau di tempat tertentu yang ada di area kering.
Kamar mandi akan menjadi wangi karena aroma pandan menyebar dalam ruangan. Bila kamar mandi kecil, - kurang lebih 5 m² -, cukup diletakkan satu wadah. Jika, ruangan cukup luas, letakkan dua atau tiga wadah dengan jarak tertentu.
Perlu diperhatikan pula, bahwa wangi pandan akan bertahan selama tiga hari sampai seminggu. Sehingga, apabila wanginya sudah tidak tercium lagi, gantilah dengan irisan daun pandan yang baru. Kita perlu menggantinya secara rutin.
Sebab, daun pandan yang disimpan di lemari selama lebih dari sebulan, misalnya, mungkin sudah tidak bisa memberikan manfaat yang maksimal.
Selain membuat kamar mandi menjadi wangi, irisan daun pandan juga bisa mengusir kecoak secara alami.
Bagaimana itu bisa Bekerja?
serangga seperti kecoak bernapas melalui trakea yang melekat pada bukaan spirakel di semua segmen tubuhnya. Lebih jelasnya, Spirakel adalah lubang udara atau jalan masuknya udara sebelum udara menuju trakhea, letaknya berada pada permukaan tubuh serangga.
Artinya, serangga ini bernapas melalui "kulit" dan tidak dapat mentoleransi partikel wewangian yang bisa menyumbat kulitnya.
Mengisi udara dengan wewangian, seperti pandan, bisa "mencekik" kecoak dan membuatnya tidak betah berada di ruangan tersebut. Untuk mendapat hasil yang efektif perlu menggunakan daun pandan yang segar dan memastikan daun ini selalu ada di rumah.
Mudah bukan. Cobalah dipraktekkan di rumah.
Demikianlah informasi ini. Semoga bisa bermanfaat.
Ternyata, hal itu tidak berlaku bagi doi yang satu ini. Sebut saja namanya Doni.
Sebelum perayaan imlek selama 3 hari berturut-turut bermimpi tentang istrinya. Konon, dalam mimpi tersebut sang istri yang sudah meninggal 1 tahun yang lalu meminta tolong padanya untuk dapat dikeluarkan dari sebuat keadaan. “Tolong aku, aku tidak mau disini”, katanya menceritakan tentang isi mimpinya.
Arti sebuah mimpi
Dia sendiri sebenarnya tidak percaya tentang hal itu.
Namun, bukti berbicara lain.
Pada hari perayaan imlek dimana dia mengunjungi makan istrinya. Dia merasa ada sesuatu yang aneh melihat makam istrinya yang kurang terawat. Dia berinisiatif untuk membersihkan makannya. Dia mencabuti rumput-rumput liar di sekitar makan. Satu-satu dia cabuti, dengan perasaan mengawang-awang. Sekejap kemudian matanya tertuju pada sebuah gelang.
GElang itu sangat mirip dengan punya istrinya. Dia ingat, bahwa dia yakin gelang itu adalah gelang istrinya dan dia tahu itu, karena sebelum kotak peti mati ditutup, dia masih melihat gelang itu pada mayat istrinya.
Karena penasaran dengan kejadian ganjil menurutnya, dia membongkar makam istrinya dengan menyewa tukang gali. Di sisi lain, Pihak keluarga sebenarnya tidak setuju dengan idenya itu. Tapi, dia bersikeras untuk membongkar guna membuktikan arti mimpinya sekaligus mengurangi rasa penasarannya.
Apa yang terjadi secara fakta?
Mayat istrinya tidak berada dalam peti kuburnya.
Selidik punya selidik, ternyata mayat istrinya telah dicuri oleh perampok dan dijadikan perkawinan hantu.
Perkawinan hantu adalah hal yang lumbrah dilakukan oleh masyarakat di suatu wilayah di negeri tirai bambu. Dan, sampai sekarang masing ada yang melakukakannya. Perkawinan hantu diperuntukkan bagi laki-laki yang meninggal muda dan atau belum sempat menikah di kehidupan nyata, maka dilaksanakan upacara dikawinkan dengan sesama mayat. Konon katanya agar sang mayat laki-laki tersebut dapat tenang di alam sana.
Demikian, ceritanya dikutip dari sebuah situs berita nasional.
Bagaimana menurut pandangan Anda?
Apakah mimpi itu benar hanya sebuah bunga tidur, tanpa makna apa-apa?
Coba diingat-ingat lagi! Pernahkah mimpi Anda sebagai sebuah firasat yang ditujukan kepada Anda atau keluarga Anda?
Banyak orang mengejar kebahagiaan. Namun, tidak semua dapat mencicipinya. Apalagi bagi mereka yang memaknai kebahagiaan dalam persepsi yang keliru atau bias. Sangat mungkin, kebahagiaan menjadi tidak terdefinisikan. Bila tidak dapat terdefinisikan, lantas apa yang dicari sebagai kebahagiaan?
Setiap mendapat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, biasanya orang akan mencicipi kebahagiaan. Kenapa menggunakan mencicipi? Ya, karena pada dasarnya manusia tidak dapat menikmati sebuah kebahagiaan secara konstan atau terus menerus. Hanya sebentar bahagiaan, kemudian menghilang. Kembali "beduka". Sehingga, kata mencicipi sangat cocok kita gunakan pada tulisan ini.
Kebahagiaan merupakan kualitas dari keseluruhan hidup manusia apa yang membuat kehidupan menjadi baik seperti kesehatan yang lebih, kreativitas yang tinggi dan pendapatan yang lebih tinggi dan tempat kerja yang baik (Biswar, dkk, 2007).
Nah, pernakah Anda mempunyai persepsi seperti di paragraf di atas? Secara singkat kebahagiaan itu merupakan sebuah kondisi "nilai kehidupan manusia itu sendiri". Seperti yang dicontohkan, kesehatan yang lebih, kreativitas yang tinggi, dan pendapatan yang lebih tinggi, dan tempat kerja yang baik.
Kesehatan yang lebih?
Apakah di sini orang yang disfable, tidak akan mendapat kebahagiaan?
Jika, mencari secara positif ke arah kebahagiaan, tampaknya sulit. Lebih terasa dan paham, jika kita menegasinya. Kebahagiaan negasinya atadalah "tidak bahagiaan".
Seperti ketika kita lapar, maka ketidak bahagiaan akan muncul. Ketika kita tidak punya uang, sementara kebutuhan menuntut dengan uang, maka ketidakbahagiaan akan mencengkram. Saat keinginan tidak terisi cukup, maka ketidakbahagiaan mengganjal dihati
Jika demikian, dapatkah kita menggambarkan tentang bahagia? Atau, dalam pertanyaan lain, "Apakah kebahagiaan itu?".
NB Tulisan ini dibuat dalam sekali jalan. tanpa diedit. Jadi, sepenuhnya banyak terjadi kekeliruan istilah dan pemaknaan tentang topik bahasan.Jika pembaca hendak mengembangkannya lagi, tentu akan mendapat tulisan yang lebih komprehensif
Pada beberapa waktu yang lalu diberitakan bahwa, "Ada bayi bermata satu lahir di Panyabungan, Mandailing Natal, Sumatera Utara." dilansir oleh Media online nasional.
Kelahiran bayi bermata satu ini membuat masyarakat geger. Maklum, kasus lahir cacat seperti ini sangat jarang terjadi. Berdasarkan dailymail 4 diantara 1.000 kelahiran pada kasus kehamilan yang tidak penuh (9 bulan).
Ilustrasi Kasus Cyclopia di dunia (pixabay.com)
Apa penyebab kelahiran bayi yang tidak sempurna tersebut? Apakah kutukan?
Kutukan atau tidak, tidak dapat diselidiki ataupun diamati. Itu bersandar hanya pada kepercayaan. Namun... ditengok dari sisi medis, ternyata ada jawaban yang sudah lama dikenal. Gejala atau kondisi bayi yang lahir tidak normal sebagaimana kejadian di Sumatera utara tersebut dikenal sebagai Cyclopia.
Apa itu Cyclopia?
Cyclopia adalah salah satu bentuk cacat lahir paling langka dan anak-anak yang lahir dengan kondisi ini sering meninggal dalam beberapa saat pertama setelah lahir. ... Anak-anak dilahirkan dengan hidung yang berfungsi dan begitu mereka lahir, bayi-bayi itu tidak memiliki kemampuan untuk bernapas di luar rahim dan dengan demikian mati dengan cepat.
Cyclopia biasanya hadir dengan mata tunggal median atau mata yang sebagian dibagi dalam satu orbit, hidung tidak ada, dan belalai di atas mata. Malformasi ekstrasranial yang dijelaskan pada bayi lahir mati dengan cyclopia termasuk polydactyl, displasia ginjal, dan omphalocele.
Cyclopia (juga cyclocephaly atau synophthalmia) adalah bentuk langka dari holoprosencephaly dan merupakan kelainan kongenital (cacat lahir) yang ditandai oleh kegagalan prosencephalon embrionik untuk membagi orbit mata menjadi dua rongga. Insidennya adalah 1 dalam 16.000 pada hewan yang lahir dan 1 dari 200 pada janin yang mengalami keguguran.
Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran.
National Library of Medicine, National Institutes of Health telah menerbitkan artikel tentang Cyclopia.
Persentasi
Biasanya, hidung hilang atau diganti dengan hidung yang tidak berfungsi. Deformitas ini (disebut belalai) biasanya terbentuk di atas mata pusat atau di belakang, dan merupakan karakteristik dari bentuk cyclopia yang disebut rhinencephaly atau rhinocephaly. Sebagian besar embrio seperti ini secara alami digugurkan atau lahir mati saat melahirkan.
Meskipun cyclopia jarang terjadi, beberapa bayi manusia cyclopic dilestarikan di museum medis (misalnya Museum Vrolik, Amsterdam, Trivandrum Medical College).
Beberapa kasus ekstrim siklopia telah didokumentasikan pada hewan ternak (kuda, domba, babi, dan kadang-kadang ayam). Dalam kasus seperti itu, hidung dan mulut gagal terbentuk, atau hidung tumbuh dari atap mulut yang menghalangi aliran udara, yang mengakibatkan mati lemas segera setelah lahir.
Penyebab
Cacat genetik atau racun dapat menyesatkan proses pembelahan otak depan embrionik. Salah satu toksin alkaloid teratogenik tinggi yang dapat menyebabkan cyclopia adalah siklopamin atau 2-deoxyjervine, ditemukan di tanaman Veratrum californicum (juga dikenal sebagai lily jagung atau hellebore palsu).
Hewan penggembalaan paling mungkin untuk menelan tanaman ini dan menginduksi cyclopia pada keturunannya.
Kesalahan manusia mengkonsumsi Veratrum californicum saat hamil sering karena semacam tumbuhan, tanaman yang tidak terkait dengan nama yang sama, direkomendasikan sebagai pengobatan "alami" untuk muntah, kram, dan sirkulasi yang buruk, tiga kondisi yang mungkin ada pada tahap awal. kehamilan.
Cyclopia terjadi ketika protein tertentu diekspresikan secara tidak tepat, menyebabkan otak tetap utuh, daripada mengembangkan dua belahan otak yang berbeda. Hal ini menyebabkan janin memiliki satu lobus optik dan satu lobus olfaktorius, yang mengakibatkan malformasi mata dan hidung dari cyclopia.
Regulator gen Sonic Hedgehog (SHH) terlibat dalam pemisahan bidang mata tunggal menjadi dua bidang bilateral. [11] Meskipun tidak terbukti, diperkirakan bahwa SHH yang dipancarkan dari pelat prechordal menekan Pax6, yang menyebabkan bidang mata untuk membagi menjadi dua. Jika gen SHH bermutasi, hasilnya adalah cyclopia, mata tunggal di pusat wajah (Gilbert, 2000).
Kasus terkenal
Catatan Kasus Cyclopia
Pertama - Sebuah deskripsi Inggris dari 1665 seekor anak kuda yang tampaknya menderita cyclopia berbunyi:
Pertama, Bahwa tidak ada tanda-tanda hidung di tempat biasa, juga tidak ada, di tempat lain di Kepala, kecuali CC Bagg ganda yang tumbuh dari tengah dahi, adalah beberapa kelemahannya. Selanjutnya, Bahwa kedua Mata disatukan menjadi satu Mata Ganda yang ditempatkan tepat di tengah-tengah alis.
Kedua -Pada 1 Maret 1793, seorang wanita 46 tahun di Boalts Torp, Glimåkra, Swedia melahirkan seorang anak dengan cyclopia yang meninggal setelah 2 jam. Anak itu panjangnya 35 cm, wajahnya tanpa hidung dan lubang hidung, dan mata tanpa penutup tanpa alisnya terangkat di tengah dahinya seperti blueberry besar. Pergelangan tangan agak bengkok serta kaki kanan yang benar-benar bengkok dan membungkuk ke dalam. Tidak jelas apakah itu laki-laki atau perempuan, tetapi diyakini sebagai yang pertama.
Ketiga -
Pada tanggal 28 Desember 2005, anak kucing dengan cyclopia, "Cy", lahir di Redmond, Oregon, Amerika Serikat dan meninggal sekitar satu hari setelah lahir.
Keempat -
Pada tahun 2006, seorang bayi perempuan di India dengan cyclopia lahir. Satu-satunya matanya berada di tengah dahinya. Dia tidak memiliki hidung dan otaknya menyatu menjadi satu belahan otak. Anak itu meninggal satu hari setelah kelahirannya.
Kelima -
Pada tahun 2011, janin hiu cyclops ditemukan di tubuh hiu yang tertangkap di Meksiko, tanpa hidung yang dapat dilihat dan satu mata raksasa. Janin yang belum lahir diserahkan untuk studi medis.
Keenam -Pada 10 Oktober 2012, anak kucing kecil lahir. Matanya berada di tengah dahi dan tidak ada hidung yang dikembangkan untuk ditemukan. Kucing kecil itu mati tak lama setelah lahir. Itu dijuluki Cleyed Cyclops.
Ketujuh -
Pada 10 Mei 2017, di Assam, India, kambing hitam lahir dengan satu mata dan kelainan wajah terkait siklus cyclopia lainnya. Itu dilaporkan masih hidup lebih dari seminggu kemudian, yang tidak biasa untuk kondisi ini.
Kedelapan -Seorang bayi dilahirkan hanya dengan satu mata di dahinya di Kota El Senbellawein, Mesir. Bayi ini dikabarkan tidak akan bertahan lebih dari beberapa hari. Bayi malang ini terlahir di rumah sakit Mesir yang berada di Kota El Senbellawein. Bayi terlahir dengan kondisi bermata satu yang terletak di bagian keningnya.
Kesembilan -Pada 13 September 2018, di Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia. Bayi dengan cyclopia lahir tanpa hidung dan satu mata dengan berat 2,4 kg dan denyut jantung di bawah 100 bpm. Anak itu meninggal tujuh jam setelah lahir.
Topik bahasa tentang Tindakan, masih dari Buku MUTIARA KEHIDUPAN, Meditasi Harian Bersama Krishnamurti. Topik ini lanjutan dari bahasan-bahasan lain yang telah diposting pada kesempatan lalu.
Sebagian besar orang bertindak berdasarkan pada gagasan-gagasan. Dimana gagasan-gagasan itu merupakan hasil dari timbunan pengalaman dan pengetahuan, yang dipegang erat.
Menurut Jiddu Krisnamurti, tindakan yang berdasar atau merujuk kepada sebuah gagasan atau lebih, itu Bukan Kebenaran.
Silakan dilanjutkan dengan membaca artikel berikut ini!
Tindakan
15 Februari
Pengamatan Langsung
Mengapa gagasan-gagasan tertanam dalam batin kita?
Mengapa bukan fakta yang
penting, melainkan gagasan?
Mengapa teori, gagasan menjadi begitu penting, bukan fakta?
Apakah oleh karena kita tidak dapat memahami fakta, atau tidak punya kemampuan, atau takut
menghadapi fakta? Dengan demikian, gagasan, spekulasi, teori menjadi cara untuk melarikan diri
dari fakta. ...
Anda boleh melarikan diri, Anda boleh melakukan apa saja; faktanya ada di situ—fakta
bahwa kita marah, fakta bahwa kita ambisius, fakta bahwa kita menyenangi seks, selusin fakta.
Anda dapat menekannya; Anda dapat memolesnya, yang adalah suatu bentuk penekanan juga;
Anda dapat mengendalikannya, tetapi semua fakta itu ditekan, dikendalikan, didisiplinkan dengan
gagasan. ....
Tidakkah gagasan membuang-buang energi kita? Tidakkah gagasan menumpulkan
batin? Anda mungkin cerdik dalam berspekulasi, dalam mengutip; tetapi jelas batin yang
tumpullah yang mengutip, yang banyak membaca dan mengutip.
… Anda melenyapkan konflik di antara hal-hal yang berlawanan dengan sekali bertindak
jika Anda diam bersama fakta, dan dengan demikian membebaskan energi untuk menghadapi
fakta. Bagi kebanyakan dari kita, kontradiksi adalah suatu bidang luar biasa yang di dalamnya
batin kita terperangkap. Saya ingin melakukan ini, tetapi saya melakukan sesuatu yang lain; tetapi
jika saya menghadapi fakta ingin melakukan ini, maka tidak ada kontradiksi; dan dengan
demikian, dengan sekali bertindak saya menghapuskan sama sekali semua perasaan yang
bertentangan, dan batin saya kemudian sepenuhnya menaruh perhatian pada apa adanya, pada
pemahaman apa adanya.
Gagasan BUKAN Kebenaran
Tindakan
16 Februari
Tindakan Tanpa Gagasan
Hanya bila batin bebas dari gagasan, ada keadaan mengalami. Gagasan bukanlah
kebenaran; dan kebenaran adalah sesuatu yang harus dialami langsung, dari saat ke saat.
Itu
bukan pengalaman yang Anda inginkan—yang hanya sekadar sensasi. Hanya bila kita bisa
mengatasi onggokan gagasan—yang adalah sang aku, yang adalah batin, yang memiliki
kelangsungan parsial atau lengkap—hanya bila kita bisa mengatasi itu, bila pikiran diam sama
sekali, ada keadaan mengalami. Di situ orang akan tahu apa itu kebenaran.
Tindakan
17 Februari
Tindakan Tanpa Proses Pikiran
Apa yang kita maksud dengan gagasan?
Jelas gagasan adalah proses pikiran, bukan?
Gagasan adalah proses penalaran, berpikir; dan berpikir selalu merupakan reaksi, entah terhadap
yang disadari atau terhadap yang tak disadari.
Berpikir adalah proses penggunaan kata-kata, yang
adalah hasil dari ingatan; berpikir adalah proses waktu.
Jadi, bila tindakan didasarkan pada proses
berpikir, tindakan itu mau tidak mau terkondisi, terisolasi.
Gagasan berlawanan dengan gagasan,
gagasan didominasi oleh gagasan.
Lalu ada kesenjangan antara tindakan dan gagasan. Yang kita
coba temukan ialah apakah mungkin ada tindakan tanpa gagasan.
Kita melihat bagaimana
gagasan memisahkan manusia satu dari yang lain. Seperti telah saya jelaskan, pengetahuan dan
kepercayaan pada dasarnya bersifat memisahkan. Kepercayaan tidak pernah menyatukan
manusia; ia selalu memisahkan manusia.
Bila tindakan didasarkan pada kepercayaan atau gagasan
atau cita-cita, tindakan seperti itu mau tidak mau terisolasi, terpecah-belah. Adalah mungkin
untuk bertindak tanpa proses pikiran, pikiran sebagai proses waktu, proses perhitungan, proses
melindungi diri, proses kepercayaan, pengingkaran, penyalahan, pembenaran.
Tentu Anda
melihat ini, seperti saya melihatnya, adanya kemungkinan tindakan tanpa gagasan.
Tindakan
18 Februari
Apakah Gagasan Membatasi Tindakan?
Apakah gagasan pernah menghasilkan tindakan, ataukah gagasan hanya sekadar
mencetak pikiran dan oleh karena itu membatasi tindakan?
Bila tindakan didorong oleh sebuah
gagasan, tindakan tidak pernah dapat membebaskan manusia.
Penting sekali bagi kita untuk
memahami pokok ini. Jika sebuah gagasan membentuk tindakan, maka tindakan tidak dapat
menghasilkan pemecahan bagi kesengsaraan kita, oleh karena sebelum dapat dijadikan tindakan,
kita harus lebih dulu menemukan bagaimana gagasan itu muncul.
Tindakan
19 Februari
Ideologi Menghalangi Tindakan
Dunia ini selalu dekat dengan bencana. Tetapi sekarang tampak lebih dekat lagi.
Melihat
bencana yang menjelang ini, kebanyakan dari kita berlindung di dalam sebuah gagasan. Kita
mengira bahwa bencana ini, krisis ini, dapat dipecahkan dengan sebuah ideologi.
Ideologi selalu
merupakan penghalang bagi hubungan langsung, menghalangi tindakan. Kita menginginkan
perdamaian hanya sebagai gagasan, tetapi bukan sebagai aktualitas. Kita menginginkan
perdamaian pada tingkat lisan, yang hanya pada tingkat berpikir, sekalipun dengan bangga kita
menyebutnya tingkat intelektual.
Tetapi kata perdamaian bukanlah perdamaian. Perdamaian
hanya bisa terwujud bila kekacauan yang dibuat oleh Anda dan orang lain berakhir.
Kita melekat
pada alam gagasan dan bukan pada perdamaian. Kita mencari pola-pola sosial dan politik baru
dan bukan perdamaian; kita berminat pada rekonsiliasi dari efek-efek dan bukan
mengesampingkan sebab musabab dari perang. Pencarian ini hanya menghasilkan jawaban yang
terkondisi oleh masa lampau.
Keterkondisian ini adalah apa yang kita sebut pengetahuan,
pengalaman; dan fakta-fakta baru yang terus berubah diterjemahkan, ditafsirkan, sesuai dengan
pengetahuan ini.
Jadi, ada konflik antara apa adanya dengan pengalaman yang lalu. Masa
lampau, yang adalah pengalaman, mau tidak mau selalu bertentangan dengan fakta, yang selalu
berada pada saat kini. Jadi, ini tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan hanya melestarikan
kondisi yang telah menciptakan masalah itu.
Tindakan
20 Februari
Tindakan Tanpa Penggagasan
Gagasan adalah hasil proses pikiran; proses pikiran adalah respons ingatan; dan ingatan
selalu terkondisi.
Ingatan selalu di masa lampau, dan ingatan itu menjadi hidup di saat kini oleh
suatu tantangan.
Ingatan tidak punya kehidupan sendiri; ia menjadi hidup pada saat sekarang bila
dihadapkan pada suatu tantangan.
Dan semua ingatan, yang tidur atau yang aktif, adalah
terkondisi, bukan?
Jadi harus ada pendekatan yang lain sekali. Anda harus menemukan sendiri, di
dalam, apakah Anda bertindak melalui suatu penggagasan, dan apakah ada tindakan tanpa
penggagasan.
Gagasan DAN Tindakan
Tindakan
21 Februari
Bertindak Tanpa Gagasan Adalah Jalan Cinta
Pikiran selamanya terbatas oleh si pemikir yang terkondisi; si pemikir selamanya
terkondisi dan tidak pernah bebas; jika pikiran muncul, dengan segera gagasan mengikuti.
Gagasan yang digunakan untuk bertindak mau tidak mau akan menciptakan lebih banyak
kekacauan. Dengan mengetahui semua ini, mungkinkah untuk bertindak tanpa gagasan?
Ya, itu
adalah jalan cinta.
Cinta bukanlah suatu gagasan; ia bukan perasaan; ia bukan ingatan; ia bukan
perasaan menunda sesuatu, suatu alat untuk melindungi diri. Kita hanya dapat memahami jalan
cinta apabila kita memahami seluruh proses gagasan.
Nah, mungkinkah melepaskan semua jalan
lain, dan memahami jalan cinta, yang adalah satu-satunya penebusan?
Tidak ada cara lain, baik
politis maupun religius, yang akan memecahkan masalah itu. Ini bukan suatu teori yang Anda
renungkan lalu Anda anut dalam hidup; ia harus aktual. ...
… Bila Anda mencinta, adakah gagasan?
Jangan menerima begitu saja; pandanglah,
selidikilah, selamilah secara mendalam; oleh karena kita telah mencoba segala macam jalan lain,
dan tidak ada jawaban terhadap kesengsaraan.
Para politisi mungkin memberi janji; organisasi-organisasi
yang disebut agama mungkin menjanjikan kebahagiaan di masa depan; tetapi kita tidak
memilikinya sekarang, dan masa depan relatif tidak penting jika saya lapar. Kita telah mencoba
semua jalan lain; dan kita hanya dapat memahami jalan cinta apabila kita memahami jalan
gagasan dan melepaskan gagasan, yang berarti bertindak
MUTIARA KEHIDUPAN
Meditasi Harian Bersama Krishnamurti
oleh:
J. Krishnamurti
Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
Mari kita lanjutkan, renungan kita lewat buku Meditasi Harian Bersama Jiddu Krisnamurti, yang pada kesempatan ini kita sampai pada topik pembahasan tentang Kepercayaan.
Seperti pada topik-topik yang lalu (topik yang lalu dapat dilihat pada bagian bawah artikel), penulis tidak menambahkan apapun pada bagian isi dari buku, kecuali melakukan penataan paragraf-paragraf sebagai jeda dan sekaligus bagian yang dianggap layak untuk dipahami lebih mendalam.
Artikel ini, -khususnya pengunggah tidak melakukan perubahan apapun - sesuai aslinya, kecuali perubahan yang dimaksud pada paragraf dua di atas.
Harapannya, semoga artikel ini dapat dijadikan bahan renungan, kontemplasi bagi para pembaca.
Silahkan cermati artikelnya berikut ini!
Kepercayaan
8 Februari
Memahami Apa Adanya
Jelas, orang yang memahami kehidupan tidak menginginkan kepercayaan.
Orang
yang mencinta tidak punya kepercayaan—ia mencinta.
Orang yang dipenuhi inteleklah yang
punya kepercayaan, oleh karena intelek selalu mencari rasa aman, mencari perlindungan; ia
selalu menghindari bahaya, dan dengan demikian ia membangun gagasan-gagasan,
kepercayaan-kepercayaan, cita-cita, yang di baliknya ia bisa berlindung.
Apa yang terjadi
bila Anda menggarap kekerasan secara langsung, sekarang?
Anda akan menjadi bahaya bagi
masyarakat; dan oleh karena batin melihat bahaya itu, ia berkata, Saya akan mencapai cita-cita
tanpa-kekerasan sepuluh tahun lagi—suatu proses yang begitu fiktif, palsu ...
Memahami apa adanya adalah lebih penting daripada menciptakan dan menganut cita-cita,
oleh karena cita-cita adalah palsu, dan apa adanya adalah yang nyata.
Memahami apa
adanya membutuhkan kemampuan hebat, suatu batin yang tangkas dan tanpa-prasangka.
Oleh karena kita tidak ingin menghadapi dan memahami apa adanya maka kita menciptakan
banyak jalan untuk melarikan diri dan memberinya nama-nama indah sebagai cita-cita,
kepercayaan, Tuhan.
Jelas, hanya apabila saya melihat yang palsu sebagai palsu maka batin
saya mampu melihat apa yang benar.
Batin yang bingung dalam kepalsuan tidak pernah dapat
menemukan kebenaran. Oleh karena itu, saya harus memahami apa yang palsu dalam
hubungan-hubungan saya, dalam gagasan-gagasan saya, dalam segala sesuatu tentang diri
saya, oleh karena untuk melihat kebenaran dibutuhkan pemahaman akan yang palsu.
Tanpa
membuang sebab-musabab ketidaktahuan, tidak mungkin ada pencerahan; dan mencari
pencerahan ketika batin tak tercerahkan adalah hampa, tanpa makna sama sekali.
Oleh karena
itu, saya harus mulai melihat yang palsu dalam hubungan saya dengan gagasan-gagasan,
dengan orang-orang, dengan benda-benda. Bila batin melihat apa yang palsu, maka apa yang
benar muncul, lalu ada gairah kenikmatan, ada kebahagiaan.
Jiddu Krisnamurti: Kepercayaan
Kepercayaan
9 Februari
Apa yang Kita Percaya
Apakah kepercayaan memberikan semangat?
Dapatkah semangat bertahan tanpa
kepercayaan; dan apakah semangat itu sendiri perlu, atau apakah diperlukan sejenis energi lain,
suatu vitalitas, dorongan lain?
Kebanyakan kita memiliki semangat untuk suatu hal. Kita sangat
berminat dan bersemangat terhadap musik, terhadap olahraga, atau piknik. Kalau tidak dipupuk
terus-menerus dengan sesuatu, semangat itu luntur, dan kita mempunyai semangat baru untuk
sesuatu yang lain.
Adakah daya, energi yang bisa bertahan, yang tidak bergantung pada
kepercayaan?
Pertanyaan lain ialah: Apakah kita perlu suatu kepercayaan apa pun, dan kalau ya,
mengapa perlu?
Itulah salah satu masalahnya. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa ada sinar
matahari, ada pegunungan, ada sungai-sungai. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa kita
bertengkar dengan istri kita. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa kehidupan ini adalah
kesengsaraan yang mengerikan dengan kepedihan, konflik, dan ambisi terus-menerus; itu adalah
fakta. Tetapi kita menuntut kepercayaan bila kita ingin melarikan diri dari suatu fakta ke dalam
apa yang tidak nyata.
Kepercayaan
10 Februari
Terguncang oleh Kepercayaan
Jadi, agama Anda, kepercayaan Anda kepada Tuhan, adalah pelarian dari aktualitas, dan
oleh karena itu bukan agama sama sekali.
Orang kaya yang mengumpulkan uang melalui
kekejaman, melalui ketidakjujuran, melalui eksploitasi yang licik percaya kepada Tuhan; dan
Anda juga percaya kepada Tuhan, Anda juga licik, kejam, curiga, iri.
Apakah Tuhan dapat
ditemukan melalui ketidakjujuran, melalui penipuan, melalui tipuan pikiran yang licik?
Oleh
karena Anda mengumpulkan semua kitab suci dan berbagai simbol Tuhan, apakah itu
menandakan Anda seorang yang religius?
Jadi, agama bukanlah pelarian dari fakta; agama adalah
pemahaman fakta apa adanya diri Anda dalam hubungan Anda sehari-hari; agama adalah cara
Anda berpidato, cara Anda bicara, cara Anda memperlakukan pelayan Anda, cara Anda
memperlakukan istri, anak-anak Anda, dan tetangga Anda. Selama Anda tidak memahami
hubungan Anda dengan tetangga Anda, dengan masyarakat, dengan istri dan anak-anak Anda,
tentu ada kekacauan; dan, apa pun yang dilakukannya, batin yang kacau hanya akan
menghasilkan lebih banyak kekacauan, lebih banyak masalah dan konflik.
Batin yang melarikan
diri dari apa yang aktual, dari fakta-fakta hubungan, tidak akan pernah menemukan Tuhan;
batin
yang terguncang oleh kepercayaan tidak akan mengenal kebenaran.
Tetapi batin yang memahami
hubungannya dengan harta benda, dengan manusia, dengan gagasan, batin yang tidak lagi
berkutat dengan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh hubungan, dan yang untuk itu
pemecahannya bukanlah menarik diri melainkan memahami cinta—hanya batin seperti itu dapat
memahami realitas.
Kepercayaan
11 Februari
Di Luar Kepercayaan
Kita menyadari bahwa kehidupan ini buruk, menyakitkan, menyedihkan; kita
menginginkan suatu teori, suatu spekulasi atau kepuasan, suatu doktrin, yang akan menjelaskan
semua ini, dan dengan demikian kita terperangkap di dalam penjelasan, di dalam kata-kata, di
dalam teori, dan berangsur-angsur kepercayaan tertanam kokoh dan tak tergoyahkan, oleh karena
di balik kepercayaan itu, di balik dogma itu, ada ketakutan yang menetap terhadap apa yang tak
diketahui.
Tetapi kita tidak pernah memandang ketakutan itu; kita berpaling darinya.
Makin kuat
kepercayaan, makin kuat pula dogmanya. Dan jika kita meneliti kepercayaan-kepercayaan ini—
Kristen, Hindu, Buddhis—kita melihat bahwa kepercayaan-kepercayaan itu memecah-belah
manusia.
Setiap dogma, setiap kepercayaan memiliki serangkaian ritual, serangkaian kewajiban
yang mengikat manusia dan memisahkan manusia.
Jadi, kita mulai dengan menyelidik untuk
menemukan apa yang benar, apa makna kesengsaraan ini, pergulatan ini, kesakitan ini;
dan
dengan segera kita terperangkap di dalam kepercayaan, di dalam ritual, di dalam teori.
Kepercayaan itu merusak, oleh karena di balik kepercayaan dan moralitas menyelinap
pikiran, diri—diri itu tumbuh menjadi besar, kuat dan berkuasa. Kita menganggap kepercayaan
kepada Tuhan, kepercayaan terhadap sesuatu sebagai agama. Kita menganggap percaya berarti
religius.
Pahamkah Anda?
Jika Anda tidak percaya, Anda dianggap ateis, Anda akan dikutuk oleh
masyarakat.
Suatu masyarakat mengutuk mereka yang percaya Tuhan, masyarakat yang lain
mengutuk mereka yang tidak percaya Tuhan. Kedua-duanya sama saja.
Jadi, agama menjadi
sekadar masalah kepercayaan—lalu kepercayaan bertindak dan mempengaruhi batin; lalu batin
tidak mungkin menjadi bebas.
Tetapi hanya di dalam kebebasan Anda dapat menemukan apa
yang benar, apa itu Tuhan, bukan melalui kepercayaan apa pun, oleh karena kepercayaan Anda
itu justru memproyeksikan apa yang Anda pikir Tuhan itu seharusnya, apa yang Anda pikir
kebenaran itu seharusnya.
Kepercayaan
12 Februari
Tabir Kepercayaan
Anda percaya kepada Tuhan, dan orang lain tidak percaya kepada Tuhan;
jadi
kepercayaan Anda memisahkan Anda dari orang lain.
Kepercayaan di seantero dunia diorganisir
sebagai Hinduisme, Buddhisme, atau Kristianitas dll, dan itu memecah-belah manusia yang satu
dari yang lain.
Kita bingung, dan kita mengira bahwa melalui kepercayaan kita akan
menjernihkan kebingungan itu. Artinya, kepercayaan diterapkan terhadap kebingungan itu, dan
kita berharap dengan demikian kebingungan itu akan lenyap.
Tetapi kepercayaan hanyalah
sekadar pelarian dari fakta kebingungan; ia tidak membantu kita menghadapi dan memahami
fakta kebingungan itu, melainkan melarikan diri dari kebingungan yang di dalamnya kita berada.
Untuk memahami kebingungan tidak diperlukan kepercayaan, dan kepercayaan hanya berperan
sebagai tabir di antara kita dengan masalah-masalah kita. Jadi, agama—yang adalah kepercayaan
terorganisir—menjadi alat melarikan diri dari apa adanya, dari fakta kebingungan.
Orang yang
percaya kepada Tuhan, orang yang percaya kepada hari kemudian, atau yang mempunyai suatu
bentuk kepercayaan lain, ia melarikan diri dari fakta dirinya. Tidakkah Anda pernah melihat
orang yang percaya kepada Tuhan, yang melakukan ibadah, yang mengulang-ulang kata-kata dan
doa-doa tertentu, dan yang dalam kehidupan sehari-harinya mendominasi, kejam, ambisius,
penipu, tidak jujur?
Apakah mereka akan menemukan Tuhan?
Apakah mereka sungguh-sungguh
mencari Tuhan?
Apakah Tuhan akan ditemukan dengan mengulang-ulang kata-kata, melalui
kepercayaan?
Tetapi orang-orang seperti itu percaya kepada Tuhan, mereka memuja Tuhan,
mereka pergi ke tempat ibadah setiap hari, mereka melakukan segala sesuatu untuk menghindari
fakta diri mereka—dan orang-orang seperti itu Anda anggap terhormat karena mereka adalah
Anda sendiri.
Kepercayaan
13 Februari
Menghadapi Kehidupan Secara Baru
Saya rasa, suatu hal yang kebanyakan dari kita senang menerima dan menganggap benar
begitu saja adalah kepercayaan.
Saya tidak menyerang kepercayaan. Yang kita coba lakukan ialah
mengkaji mengapa kita menerima kepercayaan; dan jika kita dapat memahami motif, sebab musabab
dari penerimaan, maka mungkin kita bukan hanya dapat memahami mengapa kita
melakukannya, tetapi juga bebas dari itu.
Kita bisa melihat betapa kepercayaan politik dan
religius, kepercayaan nasional dan jenis-jenis kepercayaan lain, justru memisahkan manusia,
justru menciptakan konflik, kekacauan, dan antagonisme—ini fakta yang gamblang; namun tetap
saja kita tidak mau melepaskannya.
Ada kepercayaan Hindu, kepercayaan Kristen, kepercayaan
Buddhis—kepercayaan nasional dan sektarian tak terhitung banyaknya, berbagai ideologi politik,
semua bersaing satu sama lain, yang satu mencoba menarik yang lain masuk ke dalam
golongannya.
Kita dapat melihat dengan jelas, kepercayaan memisahkan manusia, menciptakan
ketidaktoleranan; mungkinkah untuk hidup tanpa kepercayaan?
Kita dapat menjawabnya hanya
jika kita dapat mengkaji diri kita sendiri dalam berhubungan dengan suatu kepercayaan.
Mungkinkah untuk hidup di dunia ini tanpa suatu kepercayaan—bukan mengubah kepercayaan,
bukan mengganti suatu kepercayaan dengan kepercayaan lain, melainkan sama sekali bebas dari
semua kepercayaan, sehingga kita menghadapi kehidupan ini secara baru dari menit ke menit?
Bagaimana pun juga, inilah kebenarannya: yakni memiliki kemampuan untuk menghadapi segala
sesuatu secara baru, dari saat ke saat, tanpa reaksi dari masa lampau yang mengkondisikan,
sehingga tidak ada efek kumulatif yang bertindak sebagai penghalang antara diri kita dengan apa
adanya.
Kepercayaan
14 Februari
Kepercayaan Menghalangi Pemahaman Sejati
Jika kita tidak punya kepercayaan, apakah yang akan terjadi dengan kita?
Bukankah kita
sangat takut akan apa yang akan terjadi?
Jika kita tidak mempunyai suatu pola tindakan
berdasarkan suatu kepercayaan—baik kepercayaan pada Tuhan, atau pada komunisme, atau
sosialisme, atau imperialisme, atau pada suatu rumusan religius tertentu, suatu dogma yang di
dalamnya kita terkondisi—kita merasa sama sekali kehilangan arah, bukan?
Dan bukankah
menerima kepercayaan berarti menyelubungi ketakutan itu—ketakutan untuk berada sebagai
bukan apa-apa sama sekali, untuk kosong sama sekali?
Bagaimana pun juga, sebuah cangkir
hanya bermanfaat kalau ia kosong; dan batin yang dipenuhi dengan kepercayaan, dengan dogma,
dengan pernyataan, dengan kutipan, sesungguhnya adalah batin yang tidak kreatif; itu cuma batin
yang mengulang-ulang.
Untuk melarikan diri dari ketakutan itu—ketakutan akan kekosongan,
ketakutan akan kesepian, ketakutan akan kemandekan, tidak sampai, tidak berhasil, tidak
mencapai, tidak berada sebagai sesuatu, tidak menjadi sesuatu—sesungguhnya adalah salah satu
alasan mengapa kita menerima kepercayaan dengan begitu berminat dan begitu rakus, bukan?
Dan, dengan menerima kepercayaan, apakah kita memahami diri kita sendiri?
Malah sebaliknya.
Suatu kepercayaan, entah religius entah politis, jelas menghalangi pemahaman diri sendiri. Ia
berperan sebagai tabir, yang melalui itu kita memandang diri kita sendiri.
Dapatkah kita
memandang diri sendiri tanpa kepercayaan?
Jika kita membuang kepercayaan-kepercayaan ini,
banyak kepercayaan yang kita miliki, masih adakah sesuatu untuk dipandang?
Jika kita tidak
mempunyai kepercayaan yang dengan itu batin melihat dirinya, maka batin—tanpa identifikasi—
mampu memandang dirinya sendiri sebagai apa adanya—lalu, sesungguhnya terdapat awal dari
pemahaman diri sendiri.
Proses menjadi adalah semua aksi untuk mewujudkan sebuah atau lebih dari visi dan misi, akibatnya perombakan dan penghancuran dari status quo. Disitu ada pergumulan, perusakan, perombakan, penolakan serta standarisasi segala hal. Standarisasi itu berdasar pada gagasan dan persepsi seseorang. Gagasan dan persepsi itu berbeda-beda karena dilandasi oleh BATIN orang bersangkutan, dan di situ ada ego.
Simaklah secara lengkap pada topik-topik berikut ini!
Proses Menjadi
1 Februari
Menjadi Adalah Pergulatan
Hidup yang kita kenal, kehidupan sehari-hari kita, adalah suatu proses menjadi. Saya
miskin, dan saya bertindak dengan suatu tujuan dalam pandangan saya, yakni menjadi kaya. Saya
jelek dan ingin menjadi cantik. Oleh karena itu hidup saya adalah proses untuk menjadi sesuatu.
Keinginan untuk ada adalah keinginan untuk menjadi, pada tingkat kesadaran yang berbeda-beda,
dalam keadaan yang berbeda-beda, yang di situ terdapat tantangan, tanggapan, penamaan, dan
pencatatan. Nah, menjadi adalah pergulatan, menjadi adalah kesakitan, bukan?
Itu adalah
perjuangan terus-menerus: saya sekarang begini, dan saya ingin menjadi begitu.
Proses Menjadi
2 Februari
Semua Proses Menjadi Adalah Perusakan
Batin mempunyai suatu gagasan, yang mungkin menyenangkan, dan ia ingin menjadi
seperti gagasan itu, yang adalah proyeksi keinginan Anda.
Ada keadaan begini, yang tidak Anda
sukai, dan Anda ingin menjadi begitu, yang Anda sukai. Yang ideal itu diproyeksikan oleh diri;
apa yang berlawanan adalah perluasan dari apa yang ada; itu sama sekali bukan yang berlawanan,
melainkan kelanjutan dari apa yang ada, mungkin sedikit diubah. Proyeksi itu dikehendaki oleh
diri, dan konflik adalah perjuangan menuju proyeksi itu. ...
Anda berjuang untuk menjadi sesuatu,
dan sesuatu itu adalah bagian dari diri Anda. Yang ideal itu adalah proyeksi Anda sendiri.
Lihatlah betapa batin telah menipu dirinya sendiri. Anda berjuang mengejar kata-kata, mengejar
proyeksi Anda sendiri, bayangan Anda sendiri. Anda penuh kekerasan, dan Anda berjuang untuk
tidak lagi keras, yakni yang ideal; tetapi yang ideal itu adalah proyeksi apa yang ada, hanya saja
dengan nama berbeda.
Bila Anda menyadari tipuan yang Anda lakukan terhadap diri Anda sendiri, maka yang
palsu terlihat sebagai yang palsu.
Perjuangan menuju suatu ilusi adalah faktor yang merusak.
Semua konflik, semua proses menjadi adalah perusakan. Bila ada kesadaran akan tipuan yang
dilakukan batin terhadap dirinya sendiri, maka yang ada hanyalah apa adanya.
Bila batin terbebas
dari semua proses menjadi, dari semua yang ideal, dari semua pembandingan dan pengutukan,
bila semua struktur dirinya runtuh, maka apa adanya mengalami transformasi sepenuhnya.
Selama masih ada pemberian nama terhadap apa adanya, maka ada hubungan antara batin
dengan apa adanya; tetapi bila proses penamaan ini—yang adalah ingatan, yakni struktur batin
itu sendiri—tidak ada, maka apa adanya tidak ada lagi. Hanya di dalam transformasi ini terdapat
integrasi.
Proses Menjadi
3 Februari
Dapatkah Batin yang Mentah Menjadi Peka?
Simaklah pertanyaan itu, simaklah makna di balik kata-katanya.
Dapatkah batin yang
mentah menjadi peka?
Jika saya berkata batin saya mentah, dan saya mencoba menjadi peka,
maka upaya untuk menjadi peka itu sendiri adalah kementahan. Harap lihat ini. Jangan heran,
tetapi pandanglah.
Sedangkan, jika saya melihat bahwa saya mentah tanpa ingin berubah, tanpa
mencoba menjadi peka, jika saya mulai memahami apa arti kementahan, mengamatinya dalam
hidup saya dari hari ke hari—cara makan saya yang rakus, cara saya memperlakukan orang
dengan kasar, kebanggaan, keangkuhan, kekasaran tingkah laku dan pikiran-pikiran saya—maka
pengamatan itu sendiri mentransformasikan apa adanya.
Demikian pula, jika saya bodoh dan saya berkata saya harus menjadi cerdas, maka upaya
untuk menjadi cerdas itu hanyalah wujud kebodohan yang lebih besar; oleh karena yang penting
adalah memahami kebodohan.
Betapa banyak pun saya mencoba menjadi cerdas, kebodohan saya
tetap ada. Saya mungkin mencapai polesan di permukaan dengan belajar, saya mungkin mampu
mengutip dari buku-buku, membeo ucapan para penulis besar, tetapi pada dasarnya saya tetap
bodoh.
Tetapi jika saya melihat dan memahami kebodohan ketika ia menampilkan diri dalam
kehidupan saya sehari-hari—bagaimana saya memperlakukan pelayan saya, bagaimana saya
memandang tetangga saya, orang miskin, orang kaya, pegawai rendah—maka kesadaran itu
sendiri menghasilkan runtuhnya kebodohan.
Proses Menjadi
4 Februari
Kesempatan untuk Memperluas-diri
Struktur hirarkis memberikan kesempatan baik untuk memperluas-diri. Anda mungkin
menginginkan persaudaraan, tetapi bagaimana mungkin ada persaudaraan jika Anda mengejar
pembedaan spiritual?
Anda mungkin tersenyum terhadap gelar-gelar duniawi; tetapi ketika Anda
mengakui Sang Master, juruselamat, guru di bidang kerohanian, tidakkah Anda masih membawa
sikap duniawi itu?
Apakah mungkin ada pembagian dan gelar-gelar hirarkis dalam pertumbuhan
spiritual, dalam pemahaman kebenaran, dalam merealisasikan Tuhan?
Cinta tidak mengakui
pembagian. Entah Anda mencinta atau tidak mencinta; tetapi jangan buat ketiadaan cinta menjadi
proses bertele-tele yang tujuannya adalah cinta. Bila Anda tahu Anda tidak mencinta, bila Anda
sadar tanpa memilih akan fakta itu, maka ada kemungkinan terjadi transformasi; tetapi memupuk
dengan rajin pembedaan antara Guru dan murid, antara orang yang telah sampai dan orang yang
belum sampai, antara juru selamat dan pendosa, berarti mengingkari cinta. Si pengeksploitir, yang
pada gilirannya dieksploitir, mendapatkan padang perburuan yang menyenangkan dalam
kegelapan dan ilusi ini.
... Pemisahan antara Tuhan atau realitas dengan Anda dibuat oleh Anda sendiri, oleh batin
yang melekat kepada apa yang diketahui, kepada kepastian, kepada rasa aman. Keterpisahan ini
tidak bisa dijembatani; tiada ritual, tiada latihan, tiada kurban yang dapat menyeberangkan Anda;
tiada juru selamat, tiada Master, tiada guru yang dapat menuntun Anda kepada yang nyata atau
melenyapkan keterpisahan ini. Pembagian ini bukan antara yang nyata dengan Anda; itu ada di
dalam diri Anda sendiri.
... Yang penting adalah memahami konflik keinginan yang makin meningkat; dan
pemahaman ini hanya datang melalui pengenalan-diri dan kesadaran terus-menerus akan gerak-gerik
diri.
Proses Menjadi
5 Februari
Di Luar Semua Pengalaman
Untuk memahami diri dibutuhkan kecerdasan yang kuat, keawasan, kewaspadaan yang
kuat, mengamati tanpa henti, sehingga diri itu tidak lolos.
Saya, yang amat bersungguh-sungguh,
ingin melenyapkan diri. Bila saya mengatakan itu, saya tahu adalah mungkin untuk melenyapkan
diri. Harap sabar. Pada saat saya berkata, “Saya ingin melenyapkan ini,” dan di dalam proses
yang saya ikuti untuk melenyapkannya terdapat pengalaman tentang diri, dan dengan demikian
diri itu diperkuat.
Jadi, bagaimana mungkin bagi diri untuk tidak mengalami? Kita dapat melihat
bahwa penciptaan sama sekali bukan pengalaman tentang diri. Penciptaan ada bila diri tidak ada,
oleh karena penciptaan bukanlah intelektual, bukan berasal dari pikiran, bukan diproyeksikan
oleh diri, merupakan sesuatu yang berada di luar semua pengalaman seperti yang kita kenal.
Mungkinkah bagi batin untuk sungguh hening, berada dalam keadaan tak mengenal, yang berarti
tak mengalami, berada dalam keadaan yang di situ penciptaan dapat berlangsung—yang berarti,
bila diri tidak ada, bila diri absen? Apakah pertanyaan saya ini jelas, atau tidak?
... Masalahnya
adalah ini, bukan? Setiap gerak dari batin, positif atau negatif, adalah pengalaman yang
sesungguhnya memperkuat sang “aku”. Mungkinkah bagi batin untuk tak mengenal? Itu hanya
dapat terjadi bila terdapat keheningan sempurna, tetapi bukan keheningan yang merupakan
pengalaman dari diri dan yang dengan demikian memperkuat diri.
Proses Menjadi
6 Februari
Apakah Diri Itu?
Mengejar kekuasaan, kedudukan, otoritas, ambisi dan sebagainya adalah bentuk-bentuk
diri yang berbeda-beda.
Tetapi yang penting adalah memahami diri, dan saya rasa Anda dan saya
meyakini hal itu. Jika boleh saya tambahkan, marilah kita bersungguh-sungguh dalam hal ini,
oleh karena saya merasa, jika Anda dan saya sebagai individu—bukan sebagai kelompok dari
kelas tertentu, masyarakat tertentu, wilayah iklim tertentu—dapat memahami ini dan bertindak
terhadapnya, maka saya rasa akan ada revolusi yang sesunguhnya. Pada saat itu menjadi universal
dan terorganisasikan dengan lebih baik, maka diri berlindung ke dalamnya; sedangkan, jika Anda
dan saya sebagai individu dapat mencinta, dapat menerapkan ini secara aktual dalam kehidupan
sehari-hari, maka revolusi yang begitu penting akan terjadi. ...
Tahukah Anda, apa yang saya maksud dengan diri?
Yang saya maksud dengan itu adalah
gagasan, ingatan, kesimpulan, pengalaman, berbagai niat yang dapat disebut atau tidak, daya
upaya sadar untuk menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu, timbunan ingatan di bawah-sadar,
sifat rasial, kelompok, individu, marga, dan semuanya, entah itu diproyeksikan keluar dalam
tindakan, entah diproyeksikan secara spiritual sebagai kebajikan; perjuangan mengejar semua itu
adalah diri.
Di dalamnya termasuk persaingan, keinginan menjadi sesuatu. Seluruh proses itu
adalah diri; dan kita tahu secara aktual—ketika kita menghadapinya—bahwa itu jahat. Saya
sengaja menggunakan kata ‘jahat’, oleh karena diri itu memecah-belah; diri itu menutup-diri;
kegiatannya, betapa pun mulia, terpisah dan terisolasi. Kita tahu semua itu. Kita juga tahu bahwa
adalah luar biasa saat-saat ketika diri itu tidak ada, yang di situ tidak terdapat rasa berupaya,
berjuang, dan yang terjadi apabila ada cinta.
Proses Menjadi
7 Februari
Bila Ada Cinta, Diri Tidak Ada
Realitas, kebenaran bukan untuk dikenali. Agar kebenaran bisa muncul, kepercayaan,
pengetahuan, pengalaman, kebajikan, pengejaran kebajikan—yang berbeda dari keadaan bajik—
semua ini harus pergi.
Orang bajik yang dengan sadar mengejar kebajikan tidak akan pernah
menemukan realitas. Ia mungkin orang yang sangat sopan; itu sama sekali lain dari orang yang
memiliki kebenaran, dari orang yang paham. Bagi orang yang memiliki kebenaran, kebenaran
telah muncul.
Seorang yang bajik adalah orang yang lurus, dan orang yang lurus tidak pernah
dapat memahami apa itu kebenaran; oleh karena kebajikan baginya adalah penyelubungan diri,
penguatan diri; oleh karena ia mengejar kebajikan. Ketika ia berkata, “Saya harus bebas dari
keserakahan,” maka keadaan yang di situ ia tanpa-keserakahan dan yang dialaminya akan
memperkuat diri. Itu sebabnya mengapa penting sekali untuk menjadi miskin, bukan hanya
miskin dalam hal-hal duniawi, melainkan juga miskin dalam kepercayaan dan dalam
pengetahuan.
Orang yang kaya dengan kekayaan duniawi, atau orang yang kaya dengan
pengetahuan dan kepercayaan, tidak pernah akan tahu apa-apa kecuali kegelapan, dan akan
menjadi pusat segala kerusakan dan kesengsaraan.
Tetapi jika Anda dan saya, sebagai individu,
dapat melihat seluruh sepak terjang diri ini, maka kita akan tahu apa itu cinta.
Percayalah, itu
satu-satunya reformasi yang mampu mengubah dunia. Cinta bukanlah diri. Diri tidak dapat
mengenal cinta. Anda berkata, “Saya mencinta,” tetapi, ketika berkata itu, ketika mengalami itu,
cinta itu tidak ada. Tetapi bila Anda tahu cinta, diri tidak ada. Bila ada cinta, diri tidak ada.
Pergi menemui dokter Anda ketika Anda merasa sakit selalu merupakan ide yang baik; namun, kemungkinan besar Anda tidak membutuhkan antibiotik.
Anda sudah sakit selama beberapa hari dan berpikir Anda mungkin mengalami infeksi saluran pernafasan. Tenggorokan gatal dan sakit, Anda terisak dan bersin, dan mata Anda berkaca-kaca. Anda merasa sakit, lelah dan menderita. Haruskah Anda pergi ke dokter dan meminta antibiotik?
Tahukah Anda, Apa Antibiotik itu?
Antibiotik dapat membunuh bakteri (bacteriocidal) atau memperlambat kemampuan bakteri berkembang biak (bacteriostatic).
Antibiotik, yang ditemukan pertama kali, adalah produk alami dari jamur dan organisme lain. Infeksi yang pernah membunuh jutaan orang yang tak terhitung banyaknya, akhirnya bisa disembuhkan dan dianggap spele dan bisa diobati.
Namun, dewasa ini, antibiotik dapat dihasilkan melalui sintesis di laboratorium, dan telah beredar luas di masyarakat, bergabung dengan antibiotik yang dihasilkan secara alami yang efektif melawan berbagai macam bakteri.
Tahukah Anda, Apakah Bakteri Itu?
Bakteri adalah organisme mikroskopis yang ditemukan di seluruh alam.
Mereka dapat hidup di dalam atau di luar tubuh manusia.
Beberapa bahkan bermanfaat dan diperlukan untuk mendukung kesehatan yang baik, beberapa bakteri lain bersifat patogen yang menyebabkan infeksi dan penyakit.
Bakteri ini bertanggung jawab untuk sejumlah infeksi pernafasan manusia, diantaranya infeksi sinus dan telinga, beberapa jenis pneumonia dan radang tenggorokan.
Tahukah Anda, Apa yang dimaksud dengan Virus?
Virus bahkan lebih kecil daripada bakteri.
Ketika Anda terinfeksi virus, yang terjadi adalah virus tersebut menyerang sel-sel tubuh Anda, menggunakan (menunggangi) regenerasi sel untuk membantu perkembangbiakannya. Virus-virus ini bertanggung jawab untuk flu, pilek dan banyak jenis sakit tenggorokan, batuk, infeksi telinga, bronkitis, dan bahkan pneumonia.
Tidak seperti bakteri, virus tidak terbunuh oleh antibiotik.
Jangan Minum Antibiotik saat Flu Sumber:http://apotekeranda.com/wp-content/uploads/2018/01
Salah satu contoh sakit yang disebabkan karena virus, adalah HIV yang menyebabkan AIDS. Di masyarakat lebih populer dengan penyakit HIV/AIDS.
Mengapa Tidak meminum Antibiotik Hanya dalam Kasus tertentu?
Karena ada masalah besar dengan penggunaan antibiotik.
Ketika bakteri terkena antibiotik, - sementara waktu- banyak bakteri yang terbunuh, namun pada generasi berikutnya, bakteri dapat mengembangkan karakteristik yang memungkinkan mereka kebal terhadap takaran dosis tertentu dari antibiotik, sehingga bakteri tidak terbunuh.
Antibiotik membunuh bakteri terlemah, resistensi antibiotik memungkinkan bakteri kuat dan tahan untuk terus berkembang biak. Hasil akhirnya bisa berupa superbug atau bakteri kebal, yang sangat sulit dibunuh dan mungkin hanya mampu dibunuh dengan takaran/dosis antibiotik yang sangat kuat.
Antibiotik semacam itu menimbulkan risiko efek samping yang signifikan yang mungkin memerlukan perawatan yang lebih intensif, tentu dengan biaya yang lebih mahal.
Beberapa Bakteri kebal menyebabkan infeksi yang mematikan dan bahkan fatal yang tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik saat ini.
Bagaimana Mengetahui Gejala sakit Karena Virus atau Bakteri?
Perbedaan ini bisa rumit; itulah sebabnya kita wajib ke dokter.
Beberapa petunjuk:
Kebanyakan pilek yang disebabkan oleh virus dan infeksi saluran pernafasan atas lainnya, akan menghasilkan berbagai macam gejala, seperti: sakit tenggorokan, pilek, batuk, dan rasa sakit.
Infeksi bakteri sering menyebabkan rasa sakit yang lebih terpusat, seperti telinga yang sangat sakit atau tenggorokan yang sangat sakit.
Beberapa tanda-tanda (seperti lendir hijau yang kental) digunakan untuk menduga atau mendiagnosa adanya infeksi bakteri, tetapi hal itu tidak lagi diyakini secara akurat.
Penyakit virus biasanya mereda setelah seminggu. Penyakit yang berlangsung lebih dari 10 hari atau yang tiba-tiba memburuk setelah lima hingga tujuh hari mungkin telah berevolusi menjadi infeksi bakteri.
Orang dengan masalah paru-paru yang mendasari (seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronik) atau penyakit kronis lainnya mungkin lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan harus meminta rujukan dari profesional lebih cepat.
Bagaimana Saya Dapat Membantu Mencegah Bakteri Kebal?
Kebiasaan mencuci tangan yang baik untuk menghindari sakit atau penyakit yang menulari orang lain.
Dapatkan vaksinasi flu tahunan.
Jika Anda sakit, bicarakan dengan dokter Anda tentang apakah penyakit Anda lebih mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri.
Jangan sembarangan menggunakan antibiotik; tanyakan pada dokter apakah Anda membutuhkannya atau tidak.
Jika Anda membutuhkan antibiotik, pastikan Anda meminumnya sesuai petunjuk; jangan hentikan obat hanya karena sudah mulai merasa lebih baik. Tidak menghabiskan seluruh resep yang diberikan, memungkinkan bakteri resisten untuk berkembang dan tidak sepenuhnya terbunuh.
Ingat: Jangan pernah mengambil antibiotik orang lain, dan jangan berikan kepada orang lain juga. Obat resep tidak pernah dimaksudkan untuk dibagikan.
Kebanyakan dari kita puas dengan otoritas karena ia memberi kita kesinambungan,
kepastian, suatu rasa terlindung. Tetapi orang yang ingin memahami implikasi dari revolusi
psikologis yang mendalam ini haruslah bebas dari otoritas, bukan?
Ia tidak dapat mengharapkan
otoritas apa pun, baik yang diciptakannya sendiri maupun yang dipaksakan oleh orang lain.
Mungkinkah itu?
Mungkinkah bagi saya untuk tidak bergantung pada otoritas pengalaman saya
sendiri?
Bahkan setelah saya membuang semua ungkapan lahiriah dari otoritas—buku, guru,
rohaniwan, tempat ibadah, kepercayaan—saya masih merasa bahwa setidak-tidaknya saya dapat
bergantung pada penilaian saya sendiri, pada pengalaman saya sendiri, pada analisis saya sendiri.
Tetapi dapatkah saya bergantung pada pengalaman saya, pada penilaian saya, pada analisis saya?
Pengalaman saya adalah hasil dari keterkondisian saya, persis seperti pengalaman Anda adalah
hasil dari keterkondisian Anda, bukan?
Saya mungkin dibesarkan sebagai seorang Muslim, atau
Buddhis, atau Hindu, dan pengalaman saya ditentukan oleh latar belakang budaya, ekonomis,
sosial, dan religius, persis seperti pengalaman Anda juga.
Dapatkah saya bergantung pada itu?>br/>
Dapatkah saya bergantung untuk mendapatkan tuntunan saya, harapan, penglihatan yang
membuat saya yakin dalam penilaian saya sendiri, yang lagi-lagi adalah hasil dari akumulasi
ingatan, pengalaman, keterkondisian masa lampau yang berjumpa dengan saat kini? ...
Nah, bila
saya ajukan semua pertanyaan ini kepada diri saya sendiri, dan saya sadar akan masalah ini, saya
melihat bahwa hanya ada satu keadaan yang di situ realitas, kebaruan, dapat muncul, yang
menghasilkan suatu revolusi.
Keadaan itu adalah bila batin sama sekali kosong dari masa lampau,
bila di situ tiada si penganalisis, tiada pengalaman, tiada penilaian, tiada otoritas dalam bentuk
apa pun.
Pengenalan-diri, 23 Januari
Pengenalan-Diri Adalah Proses
Jadi, untuk memahami berbagai masalah yang tak terhitung banyaknya yang dihadapi
oleh kita masing-masing, tidakkah mutlak perlu untuk mengenal diri?
Dan itu adalah salah satu
hal yang paling sukar, kesadaran-diri—yang bukan berarti isolasi, menarik diri.
Jelas, mengenal
diri adalah mutlak perlu; tetapi untuk mengenal diri tidak berarti menarik diri dari hubungan. Dan
jelas salah untuk berpikir bahwa kita dapat mengenal diri secara bermakna, secara tuntas, secara
penuh, melalui isolasi, melalui penolakan terhadap orang, atau dengan pergi kepada seorang
psikolog, atau kepada seorang rohaniwan, atau bahwa kita dapat belajar mengenal diri dari
sebuah buku.
Pengenalan-diri adalah jelas suatu proses, bukan tujuan itu sendiri; dan untuk
mengenal diri, kita harus sadar akan diri kita dalam tindakan, yang adalah hubungan.
Anda
menemukan diri Anda, bukan dalam isolasi, bukan dalam menarik diri, melainkan dalam
hubungan—dalam hubungan dengan masyarakat, dengan istri Anda, dengan suami Anda, dengan
saudara Anda, dengan manusia lain; tetapi untuk melihat bagaimana Anda bereaksi, apa respons
Anda, hal itu membutuhkan kewaspadaan batin luar biasa, suatu ketajaman persepsi.
Pengenalan Diri JK
Pengenalan-diri, 24 Januari
Batin yang Tak Terikat
Transformasi di dunia dihasilkan melalui transformasi diri sendiri, oleh karena diri adalah
produk dan bagian dari keseluruhan proses eksistensi manusia.
Untuk mentransformasikan diri,
pengenalan-diri adalah mutlak perlu; tanpa mengenal apa adanya diri Anda, tidak ada landasan
bagi pikiran benar, dan tanpa mengenal diri Anda sendiri tidak mungkin ada transformasi.
Kita
harus mengenal diri kita seperti apa adanya, bukan seperti apa yang kita inginkan, yang hanyalah
sekadar suatu cita-cita, dan oleh karena itu khayal, tidak nyata; hanya apa adanya yang dapat
ditransformasikan, bukan apa yang Anda inginkan.
Mengenal diri sendiri seperti apa adanya
membutuhkan kewaspadaan batin luar biasa, oleh karena apa adanya itu mengalami transformasi,
perubahan terus-menerus; dan untuk dapat mengikutinya dengan cepat batin tidak boleh terikat
pada suatu dogma atau kepercayaan tertentu, kepada suatu pola tindakan tertentu.
Kalau Anda
ingin menelusuri sesuatu, tidak baik jika terikat.
Untuk mengenal diri Anda sendiri, harus ada
keadaan-sadar, suatu kewaspadaan batin yang di situ terdapat kebebasan dari semua kepercayaan,
dari semua idealisasi, oleh karena kepercayaan dan cita-cita hanya memberi Anda warna, yang
mendistorsikan persepsi yang sebenarnya.
Jika Anda ingin mengenal apa adanya diri Anda, Anda
tidak dapat membayangkan atau percaya kepada sesuatu yang bukan apa adanya diri Anda.
Jika
saya serakah, cemburu, penuh kekerasan, maka hanya sekadar memiliki cita-cita tentang tanpakekerasan,
tentang tanpa-keserakahan, tidak banyak bermanfaat. ...
Pemahaman akan apa adanya
diri Anda, apa pun itu—buruk atau indah, jahat atau merugikan—pemahaman akan apa adanya
diri Anda, tanpa distorsi, adalah awal dari kebajikan. Kebajikan mutlak perlu, oleh karena ia
memberi kebebasan.
Pengenalan-diri, 25 Januari
Mengenal-Diri Secara Aktif
Tanpa pengenalan-diri, pengalaman menghasilkan ilusi; dengan pengenalan-diri,
pengalaman—yang adalah respons terhadap tantangan—tidak meninggalkan sisa kumulatif
sebagai ingatan. Pengenalan-diri adalah penemuan dari saat ke saat gerak-gerik diri, niat-niatnya
dan upaya-upayanya, pikiran-pikirannya dan nafsu-nafsunya. Tidak pernah ada “pengalamanku”
dan “pengalamanmu”; istilah “pengalamanku” itu sendiri menandakan ketidaktahuan dan
diterimanya ilusi.
Pengenalan-diri, 26 Januari
Kreativitas Melalui Pengenalan-Diri
Tidak ada metode untuk mengenal diri.
Mencari metode mau tidak mau menyiratkan
keinginan untuk mencapai suatu hasil—dan itulah yang dikehendaki oleh kita semua. Kita
mengikuti otoritas—jika bukan otoritas seseorang, maka otoritas sebuah sistem, atau sebuah
ideologi—karena kita menghendaki suatu hasil yang memuaskan, yang akan memberi kita rasa
aman.
Kita sesungguhnya tidak menghendaki untuk memahami diri kita sendiri, dorongan-dorongan
dan reaksi-reaksi kita, seluruh proses berpikir kita, yang disadari maupun tak disadari;
kita lebih suka menjalankan sebuah sistem yang memberikan jaminan hasil.
Tetapi menjalankan
sebuah sistem mau tidak mau adalah hasil keinginan untuk memperoleh rasa aman, memperoleh
kepastian, dan hasilnya jelas bukan pemahaman diri sendiri.
Bila kita mengikuti sebuah metode,
kita harus menganut otoritas—Guru, Juruselamat, Master—yang akan menjamin bagi kita apa
yang kita inginkan; jelas ini bukan jalan untuk mengenal diri.
Di bawah perlindungan sebuah otoritas,
perlindungan seorang penuntun, Anda mungkin mempunyai rasa aman, rasa sejahtera untuk
sementara, tetapi itu bukan pemahaman seluruh proses diri sendiri. Otoritas pada hakikatnya
menghalangi penyadaran penuh akan diri sendiri, dan oleh karena itu pada akhirnya
menghancurkan kebebasan; hanya di dalam kebebasan terdapat kreativitas. Kreativitas hanya
mungkin ada melalui pengenalan diri.
Pengenalan-diri, 27 Januari
Batin Hening, Batin Sederhana
Apabila kita sadar akan diri kita sendiri, bukankah seluruh gerak kehidupan adalah jalan
untuk membongkar sang aku, ego, diri?
Diri adalah proses yang amat rumit, yang hanya dapat
dibongkar dalam hubungan, dalam kegiatan kita sehari-hari, dalam cara kita bicara, cara kita
menilai, menghitung-hitung, cara kita mengutuk orang lain dan diri sendiri.
Semua itu
mengungkapkan terkondisinya pikiran kita sendiri; dan tidakkah penting untuk menyadari seluruh
proses ini?
Hanya melalui kesadaran akan apa yang benar dari saat ke saat terdapat penemuan
akan apa yang berada di luar waktu, yang abadi. Tanpa pengenalan-diri, yang abadi tidak
mungkin muncul.
Bila kita tidak mengenal diri kita sendiri, yang abadi menjadi sekadar kata
semata-mata, suatu simbol, suatu spekulasi, suatu dogma, suatu kepercayaan, suatu ilusi yang
kepadanya batin bisa melarikan diri.
Tetapi jika kita mulai memahami sang aku dalam semua
sepak-terjangnya sehari-hari, maka di dalam pemahaman itu sendiri, tanpa upaya apa pun, apa
yang tak bernama, yang berada di luar waktu, muncul. Tetapi yang di luar waktu itu bukan
ganjaran bagi pengenalan-diri.
Yang abadi tidak dapat dikejar; batin tidak bisa memilikinya. Ia
muncul bila batin hening, dan batin hanya bisa hening bila ia sederhana, bila ia tidak lagi
menimbun, mengutuk, menghakimi, menimbang-nimbang.
Hanyalah batin yang sederhana yang
dapat memahami apa yang nyata, bukan batin yang penuh dengan kata-kata, pengetahuan,
informasi. Batin yang menganalisis, menghitung-hitung, bukanlah batin yang sederhana.
Pengenalan-diri,
28 Januari
Pengenalan-Diri
Tanpa pengenalan diri, apa pun yang Anda lakukan, tidak mungkin ada keadaan meditasi.
Yang saya maksud dengan pengenalan diri adalah menyadari setiap pikiran, setiap suasana
batin, setiap kata, setiap perasaan; menyadari kegiatan batin Anda—bukan menyadari diri
tertinggi, Aku yang luhur, tidak ada itu; diri yang lebih tinggi, atman, masih berada di dalam
lingkup pikiran.
Pikiran adalah hasil keterkondisian Anda, pikiran adalah respons ingatan Anda—
ingatan nenek moyang atau ingatan belum lama berselang.
Dan sekadar mencoba bermeditasi
tanpa lebih dulu menegakkan secara mendalam, sehingga tak tercabut kembali, kebajikan yang
datang dari pengenalan diri adalah sama sekali menyesatkan dan sama sekali tak berharga.
Mohon diperhatikan, ini sangat penting bagi mereka yang serius untuk memahami ini. Oleh
karena jika Anda tidak dapat melakukannya, maka meditasi Anda dan kehidupan sehari-hari
Anda tercerai, terpisah—begitu jauh terpisah sehingga sekalipun mungkin Anda bermeditasi,
duduk bersila terus-menerus, sepanjang sisa hidup Anda, Anda tidak akan melihat lebih jauh dari
hidung Anda; sikap tubuh apa pun yang Anda ambil, apa pun yang Anda lakukan, tidak akan
berarti sama sekali.
... Penting dipahami apa pengenalan diri ini: sekadar sadar, tanpa memilih sedikit pun,
akan sang aku yang bersumber pada seonggok ingatan—sekadar menyadarinya tanpa
menafsirkan, sekadar mengamati gerakan batin.
Tetapi pengamatan itu terhalang bila Anda
mengumpulkan melalui pengamatan: apa yang harus dikerjakan, apa yang tak boleh dikerjakan,
apa yang harus dicapai; jika Anda lakukan itu, Anda mengakhiri proses yang hidup dari gerakan
batin sebagai diri.
Artinya, saya harus mengamati dan melihat faktanya, yang aktual, apa adanya.
Jika saya mendekatinya dengan sebuah gagasan, dengan sebuah opini—misalnya, saya harus
begini, atau saya tidak boleh begitu, yang adalah respons ingatan—maka gerakan dari apa
adanya akan terhalang, terbendung; dan oleh karena itu, tidak terjadi belajar.
Pengenalan-diri
29 Januari
Kekosongan Kreatif
Tidak dapatkah Anda sekadar menyimak ini seperti tanah menerima benih, dan melihat
apakah batin mampu menjadi bebas, menjadi kosong?
Ia bisa menjadi kosong hanya dengan
memahami seluruh proyeksi-proyeksinya, seluruh kegiatannya, bukan kadang-kadang saja,
melainkan dari hari ke hari, dari saat ke saat. Maka Anda akan menemukan jawabannya, maka
Anda akan melihat bahwa perubahan muncul tanpa diminta, bahwa keadaan kekosongan kreatif
bukanlah sesuatu untuk dipupuk—ia ada, ia datang menyelinap, tanpa diundang, dan hanya dalam
keadaan itulah terdapat kemungkinan pembaruan, kebaruan, revolusi.
Pengenalan-diri
30 Januari
Pengetahuan-Diri
Berpikir benar datang dengan pengenalan-diri. Tanpa memahami diri Anda, Anda tidak
punya dasar untuk berpikir; tanpa pengenalan-diri, yang Anda pikir adalah tidak benar.
Anda dan dunia bukan dua entitas berbeda dengan problem terpisah; Anda dan dunia
adalah satu.
Problem Anda adalah problem dunia. Anda mungkin hasil dari kecenderungan-kecenderungan
tertentu, dari pengaruh lingkungan, tetapi Anda tidak berbeda secara mendasar
dengan orang lain.
Secara batiniah, kita semua sangat mirip; kita semua didorong oleh
keserakahan, keinginan jahat, ketakutan, ambisi dan sebagainya. Kepercayaan, harapan, aspirasi
kita mempunyai landasan bersama. Kita adalah satu; kita adalah satu kemanusiaan, sekalipun
batas-batas artifisial dari ekonomi dan politik dan prasangka memecah-belah kita.
Jika Anda
membunuh orang lain, Anda merusak diri sendiri.
Anda adalah pusat dari keseluruhan, dan tanpa
memahami diri Anda sendiri Anda tidak dapat memahami realitas.
Kita mempunyai pengetahuan intelektual tentang kesatuan ini, tetapi kita tetap
menyimpan pengetahuan dan perasaan dalam kotak-kotak yang berbeda, dan oleh karena itu kita
tidak pernah mengalami kesatuan yang luar biasa dari manusia.
Pengenalan-diri,
31 Januari
Relasi Adalah Cermin
Pengenalan-diri bukanlah mengikuti suatu rumusan tertentu.
Anda boleh pergi kepada
seorang psikolog atau psikoanalis untuk mengetahui diri Anda, tetapi itu bukan pengenalan-diri.
Pengenalan-diri muncul apabila kita menyadari diri kita di dalam hubungan, yang
memperlihatkan apa adanya diri kita dari saat ke saat. Hubungan adalah cermin yang di dalamnya
kita melihat diri kita sendiri seperti apa adanya.
Tetapi kebanyakan dari kita tidak mampu
memandang diri sendiri seperti apa adanya dalam hubungan, oleh karena kita langsung mulai
menyalahkan atau membenarkan apa yang kita lihat. Kita menghakimi, kita menilai, kita
membandingkan, kita menolak atau menerima, tetapi kita tidak pernah sungguh-sungguh
mengamati apa adanya, dan bagi kebanyakan orang tampaknya ini hal yang paling sukar
dilakukan; namun hanya inilah awal dari pengenalan-diri.
Jika kita mampu melihat diri kita
seperti apa adanya di dalam cermin luar biasa dari hubungan, yang tidak mendistorsikan, jika kita
bisa sekadar memandang ke dalam cermin ini dengan penuh perhatian dan sungguh-sungguh
melihat apa adanya, menyadarinya tanpa menyalahkan, tanpa menghakimi, tanpa menilai—dan
kita melakukan ini apabila terdapat minat yang sungguh-sungguh—maka kita akan menemukan
bahwa batin mampu membebaskan dirinya dari semua keterkondisian; dan hanya di situlah batin
bebas untuk menemukan apa yang terletak di luar lingkup pikiran.
Bagaimana pun juga, betapa pun terpelajar atau betapa pun remeh batin, ia sadar atau
tidak sadar terbatas, terkondisi, dan setiap perluasan dari pengkondisian ini masih terletak di
dalam lingkup pikiran. Maka, kebebasan adalah sesuatu yang sama sekali lain.
Topik ketiga dari Buku Meditasi Bersama Jiddu Krisnamurti, adalah Otoritas. Menyambung 2 topik yang telah disharing pada kesempatan lalu.
Otoritas,laksana seorang jendral dengan segala hormat dan etika kedudukannya, merupakan penghalang bagi manusia untuk belajar dan mengenal dirinya. Keangkuhan sebuah otoritas telah membasmi dan menghancurkan seluruh rencana bangunan kesadaran yang akan dibangun.
Otoritas, adalah sesuatu baik yang bersifat fisik maupun imaginasi yang kita sandari untuk mendapatkan kenyamanan, dan kepuasan
Otoritas apapun itu, adalah buruk bagi pengembangan kesadaran
Silakan simak lebih lengkap dalam paragraf-paragraf singkat di bawah ini!
Otoritas
14 Januari
Otoritas Menghalangi Belajar
Pada umumnya kita belajar melalui pengkajian, melalui buku-buku, melalui pengalaman,
atau melalui pengajaran.
Semua itu adalah cara umum untuk belajar.
Kita menghafalkan apa yang
harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan, bagaimana harus berpikir dan bagaimana
tidak seharusnya berpikir, bagaimana merasakan, bagaimana bereaksi.
Melalui pengalaman,
melalui studi, melalui analisis, melalui penggalian, melalui pemeriksaan introspektif, kita
menimbun pengetahuan sebagai ingatan; dan lalu ingatan merespons tantangan dan tuntutan baru,
yang dari situ terjadi proses belajar lebih lanjut. ...
Apa yang dipelajari dimasukkan ke dalam
ingatan sebagai pengetahuan, dan pengetahuan itu berfungsi bila terdapat tantangan, atau bila kita
ingin melakukan sesuatu.
Nah, saya rasa ada cara belajar yang sama sekali lain, dan saya akan berbicara sedikit
tentang itu; tetapi untuk memahaminya, dan untuk belajar dengan cara lain ini, Anda harus
membuang otoritas sama sekali; kalau tidak, Anda hanya akan diajari, dan Anda hanya akan
mengulang apa yang Anda dengar.
Itulah sebabnya sangat penting untuk memahami hakikat
otoritas.
Otoritas menghalangi belajar—belajar yang bukan penimbunan pengetahuan sebagai
ingatan. Ingatan selalu merespons dalam pola; tidak ada kebebasan.
Orang yang terbebani dengan
pengetahuan, dengan pengajaran, yang terbungkuk-bungkuk dengan hal-hal yang telah
dipelajarinya, tidak pernah bebas. Ia mungkin luar biasa fasih berbicara, tetapi timbunan
pengetahuannya menghalanginya untuk bebas, dan oleh karena itu ia tidak mampu belajar.
Otoritas
15 Januari
Menghancurkan Adalah Menciptakan
Untuk bebas Anda harus memeriksa otoritas, seluruh kerangka otoritas, mencabik-cabik
seluruh hal yang kotor itu. Dan itu membutuhkan energi, energi fisik sesungguhnya, dan itu juga
menuntut energi psikologis. Tetapi energi itu musnah, terbuang percuma, bila kita berada dalam
konflik. ...
Jadi, bila terdapat pemahaman akan seluruh proses konflik, maka terjadilah
pengakhiran dari konflik, dan terdapat energi berlimpah. Lalu Anda dapat melanjutkan terus,
meruntuhkan rumah yang telah Anda bangun selama berabad-abad dan tidak punya makna sama
sekali.
Anda tahu, menghancurkan adalah menciptakan. Kita harus menghancurkan, bukan
bangunan fisik, bukan sistem sosial atau ekonomi—ini terjadi setiap hari—melainkan pertahanan-pertahanan
psikologis, baik yang disadari atau tak disadari, rasa aman yang telah kita bangun
secara rasional, individual, mendalam, atau dangkal.
Kita harus meruntuhkan semua itu agar kita
sepenuhnya tanpa pertahanan, karena Anda harus tanpa pertahanan untuk dapat mencinta dan
merasakan kasih sayang.
Maka Anda akan melihat dan memahami ambisi, otoritas; dan Anda
mulai melihat kapan otoritas perlu dan pada tingkat mana—otoritas polisi dan tidak lebih. Maka
tiada otoritas pembelajaran, tiada otoritas pengetahuan, tiada otoritas kemampuan, tiada otoritas
yang diambil oleh fungsi dan yang menjadi kedudukan.
Memahami seluruh otoritas—dari guru-guru,
Master-Master, dan lain-lain—membutuhkan batin yang amat tajam, otak yang jernih,
bukan otak yang keruh, bukan otak yang tumpul.
Otoritas
16 Januari
Kebajikan Tidak Punya Otoritas
Dapatkah batin bebas dari otoritas, yang berarti bebas dari rasa takut, sehingga ia tidak
mungkin lagi menjadi pengikut?
Jika ya, ini mengakhiri peniruan, yang menjadi mekanis.
Bagaimana pun juga, kebajikan, etika, bukanlah mengulang-ulang apa yang baik.
Pada saat itu
menjadi mekanis, itu bukan lagi kebajikan. Kebajikan adalah sesuatu yang harus berlangsung dari
saat ke saat, seperti kerendahan hati.
Kerendahan hati tidak bisa dipupuk, dan batin yang tidak
punya kerendahan hati tidak bisa belajar.
Jadi kebajikan tidak punya otoritas.
Moralitas
masyarakat bukan moralitas sama sekali; itu bahkan tidak bermoral karena mengakui kompetisi,
keserakahan, ambisi, dan oleh karena itu masyarakat justru mendorong imoralitas.
Kebajikan
adalah sesuatu yang mengatasi moralitas.
Tanpa kebajikan tidak ada ketertiban, dan ketertiban
bukan menurut suatu pola, menurut suatu rumusan. Batin yang mengikuti suatu rumusan dengan
mendisiplinkan dirinya sendiri untuk mencapai kebajikan akan menciptakan masalah imoralitas
bagi dirinya sendiri.
Suatu otoritas luar yang diobyektifkan oleh batin—selain dari hukum—sebagai Tuhan,
sebagai moralitas dan sebagainya menjadi destruktif ketika batin berupaya memahami apa
kebajikan sejati itu.
Kita memiliki otoritas kita sendiri sebagai pengalaman, sebagai pengetahuan,
yang kita coba ikuti.
Terdapat pengulangan, peniruan terus-menerus yang kita kenal ini.
Otoritas
psikologis—bukan otoritas hukum, atau polisi yang menjaga ketertiban—otoritas psikologis,
yang dimiliki setiap orang, menghancurkan kebajikan karena kebajikan adalah sesuatu yang
hidup, bergerak. Seperti Anda tidak mungkin memupuk kebajikan, seperti Anda tidak mungkin
memupuk cinta, begitu pula Anda tidak mungkin memupuk kebajikan; dan di situ terdapat
keindahan yang luhur.
Kebajikan adalah nonmekanis, dan tanpa kebajikan tidak ada landasan
untuk berpikir secara jernih.
Otoritas
17 Januari
Batin yang Tua Terikat oleh Otoritas
Masalahnya adalah: mungkinkah batin yang begitu terkondisi—terdidik dalam sekte,
agama yang tak terhitung banyaknya, dan segala takhyul, ketakutan—melepaskan diri dari
dirinya sendiri dan dengan demikian menghasilkan batin yang baru?
...
Batin yang tua pada
dasarnya adalah batin yang terikat oleh otoritas.
Saya tidak menggunakan istilah ‘otoritas’ dalam
arti hukum; yang saya maksud dengan kata itu adalah otoritas sebagai tradisi, otoritas sebagai
pengetahuan, otoritas sebagai pengalaman, otoritas sebagai cara untuk memperoleh rasa aman
dan tinggal dalam rasa aman itu, secara lahiriah atau batiniah, oleh karena bagaimana pun juga,
itulah yang selalu dicari oleh batin—suatu tempat yang di situ ia bisa merasa aman, tak
terganggu.
Otoritas seperti itu mungkin otoritas sebuah gagasan yang diterapkan sendiri, atau apa
yang disebut gagasan religius tentang Tuhan, yang tidak punya realitas bagi orang yang benar-benar
religius.
Gagasan bukan fakta, tapi fiksi.
Tuhan adalah fiksi; Anda mungkin percaya itu,
tapi itu tetap fiksi. Tetapi untuk menemukan Tuhan, Anda harus menghancurkan fiksi itu
sepenuhnya, oleh karena batin yang tua adalah batin yang takut, yang ambisius, yang takut mati,
takut hidup, dan takut berhubungan; dan batin seperti itu terus-menerus, sadar atau tidak sadar,
mencari sesuatu yang abadi, mencari rasa aman.
Otoritas
18 Januari
Bebas Sejak Awal
Jika kita bisa memahami dorongan di balik keinginan kita untuk menguasai atau dikuasai,
maka mungkin kita bisa bebas dari efek memasung dari otoritas.
Kita ingin merasa pasti, merasa
benar, memperoleh sukses, mengetahui; dan keinginan akan kepastian ini, akan keabadian, di
dalam diri kita membangun otoritas pengalaman pribadi, sementara di luar membangun otoritas
masyarakat, keluarga, agama, dan sebagainya.
Tetapi sekadar mengabaikan otoritas saja,
membuang simbol-simbol lahiriahnya saja, sangat sedikit maknanya.
Melepaskan diri dari suatu tradisi dan memeluk tradisi lain, meninggalkan pemimpin ini
dan mengikuti pemimpin itu, adalah suatu perilaku yang dangkal.
Jika kita ingin menyadari
seluruh proses otoritas, jika kita ingin melihat sifatnya yang tertuju ke dalam, jika kita ingin
memahami dan mengatasi keinginan akan kepastian, maka kita harus memiliki kesadaran dan
pencerahan yang luas; kita harus bebas, bukan pada akhir, melainkan sejak awal.
Otoritas
19 Januari
Pembebasan dari Ketidaktahuan, dari Kesedihan
Kita menyimak dengan harapan dan ketakutan, kita mencari cahaya orang lain, tetapi
tidak bersikap pasif dengan waspada untuk dapat memahami.
Jika orang yang telah bebas tampak
memenuhi keinginan kita, kita menerimanya; jika tidak, kita terus mencari orang yang akan
memenuhi keinginan kita; dan yang diinginkan oleh kebanyakan kita adalah pemuasan pada
berbagai tingkat.
Yang penting bukanlah bagaimana mengenali orang yang telah bebas,
melainkan bagaimana memahami diri Anda.
Tidak ada otoritas di sini sekarang, atau di akhirat
nanti, yang dapat memberi Anda pengetahuan tentang diri Anda; tanpa pengenalan-diri tidak ada
pembebasan dari ketidaktahuan, dari kesedihan
Otoritas
20 Januari
Mengapa Kita Menjadi Pengikut?
Mengapa kita menerima, mengapa kita menjadi pengikut?
Kita mengikuti otoritas orang
lain, pengalaman orang lain, lalu meragukannya; pencarian otoritas ini, beserta ikutannya yakni
kekecewaan, adalah proses yang menyakitkan bagi kebanyakan dari kita.
Kita menyalahkan atau
mengritik otoritas, pemimpin, guru yang dulu diterima, tetapi kita tidak menyelidiki kehausan
kita sendiri akan otoritas yang dapat menuntun perilaku kita; sekali kita memahami kehausan ini,
kita akan memahami pula makna keraguan.
Otoritas Merusak si Pemimpin dan Pengikut sumber: https://kriyayoganusantara.wordpress.com
Otoritas
21 Januari
Otoritas Merusak Si Pemimpin maupun Pengikut
Kesadaran-diri adalah sulit, dan karena kebanyakan dari kita lebih menyenangi jalan yang
mudah dan memberikan impian, kita membuat otoritas yang membentuk pola kehidupan kita.
Otoritas mungkin berupa kolektif, negara; atau mungkin bersifat pribadi, Master, juruselamat,
guru.
Otoritas dalam bentuk apa pun membutakan, ia menghasilkan sikap tidak mau berpikir; dan
karena kebanyakan dari kita mendapati bahwa berpikir berarti mengalami kesakitan, kita
menyerahkan diri kepada otoritas.
Otoritas menyangkut kekuasaan, dan kekuasaan selalu
disentralisir dan oleh karena itu sama sekali merusak; ia merusak, bukan hanya si pemegang
kekuasaan, melainkan juga merusak orang yang mengikutinya.
Otoritas pengetahuan dan
pengalaman adalah menyesatkan, entah itu diletakkan pada sang Master, wakilnya atau
rohaniwan.
Yang penting adalah hidup Anda sendiri, konflik yang tampak tak ada hentinya ini,
bukan pola perilaku atau sang pemimpin.
Otoritas Master dan rohaniwan mengalihkan perhatian
Anda dari masalah pokok, yang adalah konflik di dalam diri Anda sendiri.
Topik kedua dalam Buku Mutiara Kehidupan, Meditas Harian Jiddu Krisnamurti adalah Belajar. Dalam Topik ini JK memberikan pengetian belajar dan proses belajar secara eksklusif dan benar.
Makna belajar serta cara belajar dituangkan dalam paragraf-paragraf singkat dan padat. Proses belajar terekam dalam semua paragraf secara keseluruhan. Bila tidak benar-benar dalam proses belajar, proses itu hanya menghasilkan sampah yang disebut ingatan.
Pengertian Belajar Sumber gambar: https://rickpdx.wordpress.com/2010/05/12/krishnamurti-audio/
... Saya rasa, belajar adalah sangat sukar, seperti menyimak.
Kita tidak pernah sungguh-sungguh
menyimak kepada sesuatu karena batin kita tidak bebas; telinga kita tersumbat oleh hal-hal
yang sudah kita ketahui; dengan demikian menyimak menjadi luar biasa sulit.
Saya rasa—atau lebih tepat, faktanya—jika kita dapat menyimak kepada sesuatu dengan seluruh diri kita,
dengan tekun, dengan vitalitas, maka tindakan menyimak itu sendiri merupakan faktor yang membebaskan.
Tetapi sayang sekali, Anda tidak pernah menyimak, terbukti Anda tidak pernah
belajar dari situ. Bagaimana pun juga, Anda hanya belajar bila Anda memberikan seluruh diri
Anda kepada sesuatu.
Bila Anda memberikan seluruh diri Anda kepada matematika, Anda
belajar. Tetapi bila Anda berada dalam keadaan kontradiksi, bila Anda tidak ingin belajar tapi
terpaksa belajar, maka itu menjadi sekadar proses penimbunan.
Belajar itu seperti membaca novel
dengan tokoh-tokoh yang amat banyak; ia menuntut perhatian penuh dari Anda, bukan perhatian
yang saling bertentangan.
Jika Anda ingin mempelajari sehelai daun—sehelai daun di musim
semi atau sehelai daun di musim panas—Anda harus sungguh-sungguh memandangnya, melihat
simetrinya, teksturnya, sifat dari daun yang hidup. Ada keindahan, ada kegiatan, ada vitalitas di
dalam sehelai daun. Jadi untuk belajar tentang daun, bunga, awan, matahari yang terbenam, atau
seorang manusia, Anda harus memandang dengan intensitas sepenuhnya.
Belajar, 9 Januari
Untuk Dapat Belajar, Batin Harus Diam.
Untuk menemukan sesuatu yang baru, Anda harus berangkat sendirian; Anda harus
berangkat dengan betul-betul telanjang, terutama dalam hal pengetahuan, oleh karena mudah
sekali, melalui pengetahuan dan kepercayaan, untuk memperoleh berbagai pengalaman; tetapi
pengalaman-pengalaman itu tidak lebih dari produk proyeksi-diri, dan oleh karena itu sama sekali
tidak nyata, palsu.
Jika Anda ingin menemukan sendiri apa yang baru, tidak ada gunanya
membawa-bawa beban apa yang lama, terutama pengetahuan—pengetahuan orang lain, betapa
pun besarnya.
Anda menggunakan pengetahuan sebagai cara untuk memproyeksikan diri sendiri,
memperoleh rasa aman, dan Anda ingin merasa yakin bahwa Anda memperoleh pengalaman
yang sama seperti Buddha, atau Yesus, atau si X.
Tetapi orang yang terus-menerus berlindung di
balik pengetahuan jelas bukan pencari kebenaran. ...
Untuk menemukan kebenaran, tidak ada jalan. ...
Bila Anda ingin menemukan sesuatu
yang baru, bila Anda bereksperimen dengan apa pun, batin Anda harus sangat diam, bukan?
Jika
batin Anda penuh sesak, dipenuhi fakta, pengetahuan, mereka bertindak sebagai penghalang bagi
apa yang baru. Kesulitannya bagi kebanyakan dari kita ialah bahwa pikiran menjadi begitu
penting, bermakna secara mencolok, sehingga terus-menerus mengganggu sesuatu yang mungkin
baru, mengganggu sesuatu yang mungkin berada bersamaan dengan apa yang diketahui.
Jadi,
pengetahuan dan pembelajaran adalah penghalang bagi mereka yang ingin mencari, bagi mereka
yang ingin mencoba memahami apa yang berada di luar waktu.
Belajar, 10 Januari
Belajar Bukan Pengalaman
Kata ‘belajar’ punya arti penting.
Ada dua macam belajar.
Bagi kebanyakan dari kita,
belajar berarti mengumpulkan pengetahuan, pengalaman, teknologi, ketrampilan, bahasa.
Juga, ada belajar secara psikologis, belajar melalui pengalaman, baik pengalaman hidup langsung, yang
meninggalkan suatu sisa tertentu sebagai tradisi, ras, masyarakat.
Demikianlah kedua jenis belajar untuk menghadapi kehidupan ini: secara psikologis dan secara fisiologis; ketrampilan lahir dan
ketrampilan batin.
Sesungguhnya tidak ada garis pembatas di antara keduanya; keduanya
tumpang tindih.
Sekarang kita tidak mempersoalkan ketrampilan yang kita peroleh dengan latihan,
pengetahuan teknologis yang kita peroleh dengan studi. Yang kita bicarakan adalah belajar secara
psikologis, yang selama berabad-abad kita peroleh atau warisi sebagai tradisi, pengetahuan,
pengalaman.
Ini kita sebut belajar, tapi saya mempertanyakan apakah itu benar-benar belajar.
Saya tidak bicara tentang belajar suatu ketrampilan, bahasa, teknik, melainkan saya bertanya:
apakah batin pernah belajar secara psikologis?
Ia belajar, dan dengan apa yang dipelajarinya ia
menghadapi tantangan kehidupan. Ia selalu menerjemahkan kehidupan atau tantangan baru
menurut apa yang telah dipelajarinya. Itulah yang kita lakukan. Apakah itu belajar?
Tidakkah
‘belajar’ menyiratkan sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak saya ketahui dan saya belajar? Jika
saya sekadar menambah apa yang sudah saya ketahui, itu bukan lagi belajar.
Belajar, 11 Januari
Kapan Mungkin Belajar?
Menyelidik dan belajar adalah fungsi dari batin.
Saya maksud dengan belajar bukan sekadar memupuk ingatan atau mengumpulkan pengetahuan, melainkan kemampuan berpikir
secara jernih dan waras tanpa ilusi, berangkat dari fakta dan bukan dari kepercayaan atau cita-cita.
Tidak ada belajar jika pikiran berasal dari kesimpulan.
Sekadar memperoleh informasi atau pengetahuan bukanlah belajar.
Belajar menyiratkan kecintaan terhadap pemahaman dan kecintaan
melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri. Belajar hanya mungkin jika tidak ada paksaan dalam
bentuk apa pun.
Dan paksaan mengambil banyak bentuk, bukan?
Ada paksaan melalui pengaruh, melalui kelekatan atau ancaman, melalui dorongan persuasif, atau wujud-wujud halus dari
ganjaran.
Kebanyakan orang mengira bahwa belajar didorong dengan pembandingan, padahal
faktanya adalah kebalikannya. Pembandingan menghasilkan frustrasi dan hanya mendorong
irihati, yang dinamakan kompetisi. Seperti bentuk-bentuk lain dari persuasi, pembandingan
menghalangi belajar dan memupuk ketakutan.
Belajar, 12 Januari
Belajar Bukanlah Menimbun
Belajar itu berbeda dengan mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses yang
berlangsung terus-menerus, bukan proses penambahan, bukan proses yang di situ Anda
menimbun dan dari situ bertindak.
Kebanyakan dari kita mengumpulkan pengetahuan sebagai
ingatan, sebagai gagasan, menyimpannya sebagai pengalaman, dan dari situ bertindak.
Dengan
demikian, kita bertindak dari pengetahuan, pengetahuan teknologis, pengetahuan sebagai
pengalaman, pengetahuan sebagai tradisi, pengetahuan yang telah kita peroleh melalui
kecenderungan-kecenderungan kita.
Dengan latar belakang itu, dengan timbunan itu sebagai
pengetahuan, sebagai pengalaman, sebagai tradisi, kita bertindak.
Dalam proses itu tidak ada
belajar.
Belajar tidak pernah akumulatif: ia adalah gerak yang terus-menerus.
Saya tidak tahu
apakah Anda pernah menyelami masalah ini: apakah belajar itu dan apakah memperoleh
pengetahuan itu? ...
Belajar bukanlah menimbun. Anda tidak mungkin menimbun pembelajaran,
dan dari gudang timbunan itu bertindak.
Anda belajar sambil berjalan. Dengan demikian, tidak
pernah ada saat kemunduran, kerusakan atau kemerosotan.
Belajar, 13 Januari
Belajar Tidak Punya Masa Lampau
Kearifan adalah sesuatu yang harus ditemukan oleh setiap orang, dan itu bukan hasil dari
pengetahuan.
Pengetahuan dan kearifan tidak dapat berjalan bersama-sama.
Kearifan datang
apabila terdapat pengenalan-diri yang matang. Tanpa mengenal diri sendiri, tidak mungkin ada
ketertiban, dan oleh karena itu tidak ada kebajikan.
Nah, belajar tentang diri sendiri, dan mengumpulkan pengetahuan tentang diri sendiri,
adalah dua hal yang berbeda. ...
Batin yang mengumpulkan pengetahuan tidak pernah belajar.
Yang dilakukannya adalah ini: Ia mengumpulkan bagi dirinya sendiri informasi, pengalaman
sebagai pengetahuan, dan dari latar belakang apa yang telah dikumpulkannya, ia mengalami, ia
belajar; dan oleh karena itu ia tidak pernah sungguh-sungguh belajar, tetapi selamanya
mengetahui, memperoleh.
Belajar adalah selalu pada masa kini yang aktif; ia tidak punya masa lampau.
Pada saat
Anda berkata kepada diri sendiri, “Saya telah belajar,” itu telah menjadi pengetahuan, dan dari
latar belakang pengetahuan itu Anda dapat menimbun, menerjemahkan, tetapi Anda tidak dapat
belajar lebih jauh.
Hanya batin yang tidak memperoleh, melainkan selalu belajar—hanya batin
seperti itu dapat memahami seluruh entitas yang kita namakan ‘aku’, diri.
Saya harus mengenal
diri sendiri, strukturnya, hakikatnya, makna entitas ini secara total; tetapi saya tidak dapat
melakukannya dengan terbebani pengetahuan terdahulu, dengan pengalaman terdahulu, atau
dengan batin yang terkondisi, oleh karena kalau begitu saya tidak belajar.
Saya hanyalah
menafsirkan, menerjemahkan, memandang dengan mata yang telah kabur oleh masa lampau.