Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Mimpi Bisa Menjadi Sebuah Firasat, Bukan Hanya Bunga Tidur !!!

    Benarkan mimpi hanya sebuah bunga tidur?

    Ternyata, hal itu tidak berlaku bagi doi yang satu ini. Sebut saja namanya Doni. Sebelum perayaan imlek selama 3 hari berturut-turut bermimpi tentang istrinya. Konon, dalam mimpi tersebut sang istri yang sudah meninggal 1 tahun yang lalu meminta tolong padanya untuk dapat dikeluarkan dari sebuat keadaan. “Tolong aku, aku tidak mau disini”, katanya menceritakan tentang isi mimpinya.

    mipi adalah firasat
    Arti sebuah mimpi

    Dia sendiri sebenarnya tidak percaya tentang hal itu.

    Namun, bukti berbicara lain.

    Pada hari perayaan imlek dimana dia mengunjungi makan istrinya. Dia merasa ada sesuatu yang aneh melihat makam istrinya yang kurang terawat. Dia berinisiatif untuk membersihkan makannya. Dia mencabuti rumput-rumput liar di sekitar makan. Satu-satu dia cabuti, dengan perasaan mengawang-awang. Sekejap kemudian matanya tertuju pada sebuah gelang.

    GElang itu sangat mirip dengan punya istrinya. Dia ingat, bahwa dia yakin gelang itu adalah gelang istrinya dan dia tahu itu, karena sebelum kotak peti mati ditutup, dia masih melihat gelang itu pada mayat istrinya.

    Karena penasaran dengan kejadian ganjil menurutnya, dia membongkar makam istrinya dengan menyewa tukang gali. Di sisi lain, Pihak keluarga sebenarnya tidak setuju dengan idenya itu. Tapi, dia bersikeras untuk membongkar guna membuktikan arti mimpinya sekaligus mengurangi rasa penasarannya.

    Apa yang terjadi secara fakta?

    Mayat istrinya tidak berada dalam peti kuburnya.

    Selidik punya selidik, ternyata mayat istrinya telah dicuri oleh perampok dan dijadikan perkawinan hantu.

    Perkawinan hantu adalah hal yang lumbrah dilakukan oleh masyarakat di suatu wilayah di negeri tirai bambu. Dan, sampai sekarang masing ada yang melakukakannya. Perkawinan hantu diperuntukkan bagi laki-laki yang meninggal muda dan atau belum sempat menikah di kehidupan nyata, maka dilaksanakan upacara dikawinkan dengan sesama mayat. Konon katanya agar sang mayat laki-laki tersebut dapat tenang di alam sana.

    Demikian, ceritanya dikutip dari sebuah situs berita nasional.

    Bagaimana menurut pandangan Anda?

    Apakah mimpi itu benar hanya sebuah bunga tidur, tanpa makna apa-apa?

    Coba diingat-ingat lagi! Pernahkah mimpi Anda sebagai sebuah firasat yang ditujukan kepada Anda atau keluarga Anda?

    Posted by Teguh De

    Kebahagiaan?

      Banyak orang mengejar kebahagiaan. Namun, tidak semua dapat mencicipinya. Apalagi bagi mereka yang memaknai kebahagiaan dalam persepsi yang keliru atau bias. Sangat mungkin, kebahagiaan menjadi tidak terdefinisikan. Bila tidak dapat terdefinisikan, lantas apa yang dicari sebagai kebahagiaan?

      Setiap mendapat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, biasanya orang akan mencicipi kebahagiaan. Kenapa menggunakan mencicipi? Ya, karena pada dasarnya manusia tidak dapat menikmati sebuah kebahagiaan secara konstan atau terus menerus. Hanya sebentar bahagiaan, kemudian menghilang. Kembali "beduka". Sehingga, kata mencicipi sangat cocok kita gunakan pada tulisan ini.

      Kebahagiaan merupakan kualitas dari keseluruhan hidup manusia apa yang membuat kehidupan menjadi baik seperti kesehatan yang lebih, kreativitas yang tinggi dan pendapatan yang lebih tinggi dan tempat kerja yang baik (Biswar, dkk, 2007).

      Nah, pernakah Anda mempunyai persepsi seperti di paragraf di atas? Secara singkat kebahagiaan itu merupakan sebuah kondisi "nilai kehidupan manusia itu sendiri". Seperti yang dicontohkan, kesehatan yang lebih, kreativitas yang tinggi, dan pendapatan yang lebih tinggi, dan tempat kerja yang baik.

      Kesehatan yang lebih?
      Apakah di sini orang yang disfable, tidak akan mendapat kebahagiaan?

      Jika, mencari secara positif ke arah kebahagiaan, tampaknya sulit. Lebih terasa dan paham, jika kita menegasinya. Kebahagiaan negasinya atadalah "tidak bahagiaan".

      Seperti ketika kita lapar, maka ketidak bahagiaan akan muncul. Ketika kita tidak punya uang, sementara kebutuhan menuntut dengan uang, maka ketidakbahagiaan akan mencengkram. Saat keinginan tidak terisi cukup, maka ketidakbahagiaan mengganjal dihati

      Jika demikian, dapatkah kita menggambarkan tentang bahagia? Atau, dalam pertanyaan lain, "Apakah kebahagiaan itu?".

      NB Tulisan ini dibuat dalam sekali jalan. tanpa diedit. Jadi, sepenuhnya banyak terjadi kekeliruan istilah dan pemaknaan tentang topik bahasan.Jika pembaca hendak mengembangkannya lagi, tentu akan mendapat tulisan yang lebih komprehensif

      Sekian, dan terima kasih

      Posted by Teguh De

      Mutiara Kehidupan Jiddu Krisnamurti: Tindakan

        Topik bahasa tentang Tindakan, masih dari Buku MUTIARA KEHIDUPAN, Meditasi Harian Bersama Krishnamurti. Topik ini lanjutan dari bahasan-bahasan lain yang telah diposting pada kesempatan lalu.

        Sebagian besar orang bertindak berdasarkan pada gagasan-gagasan. Dimana gagasan-gagasan itu merupakan hasil dari timbunan pengalaman dan pengetahuan, yang dipegang erat.

        Menurut Jiddu Krisnamurti, tindakan yang berdasar atau merujuk kepada sebuah gagasan atau lebih, itu Bukan Kebenaran.

        Silakan dilanjutkan dengan membaca artikel berikut ini!

        Tindakan
        15 Februari
        Pengamatan Langsung

        Mengapa gagasan-gagasan tertanam dalam batin kita?

        Mengapa bukan fakta yang penting, melainkan gagasan?

        Mengapa teori, gagasan menjadi begitu penting, bukan fakta?

        Apakah oleh karena kita tidak dapat memahami fakta, atau tidak punya kemampuan, atau takut menghadapi fakta? Dengan demikian, gagasan, spekulasi, teori menjadi cara untuk melarikan diri dari fakta. ...

        Anda boleh melarikan diri, Anda boleh melakukan apa saja; faktanya ada di situ—fakta bahwa kita marah, fakta bahwa kita ambisius, fakta bahwa kita menyenangi seks, selusin fakta.

        Anda dapat menekannya; Anda dapat memolesnya, yang adalah suatu bentuk penekanan juga; Anda dapat mengendalikannya, tetapi semua fakta itu ditekan, dikendalikan, didisiplinkan dengan gagasan. ....

        Tidakkah gagasan membuang-buang energi kita? Tidakkah gagasan menumpulkan batin? Anda mungkin cerdik dalam berspekulasi, dalam mengutip; tetapi jelas batin yang tumpullah yang mengutip, yang banyak membaca dan mengutip.

        … Anda melenyapkan konflik di antara hal-hal yang berlawanan dengan sekali bertindak jika Anda diam bersama fakta, dan dengan demikian membebaskan energi untuk menghadapi fakta. Bagi kebanyakan dari kita, kontradiksi adalah suatu bidang luar biasa yang di dalamnya batin kita terperangkap. Saya ingin melakukan ini, tetapi saya melakukan sesuatu yang lain; tetapi jika saya menghadapi fakta ingin melakukan ini, maka tidak ada kontradiksi; dan dengan demikian, dengan sekali bertindak saya menghapuskan sama sekali semua perasaan yang bertentangan, dan batin saya kemudian sepenuhnya menaruh perhatian pada apa adanya, pada pemahaman apa adanya.

        Gagasan bukan kebenaran Jiddu Krisnamurti
        Gagasan BUKAN Kebenaran

        Tindakan
        16 Februari
        Tindakan Tanpa Gagasan

        Hanya bila batin bebas dari gagasan, ada keadaan mengalami. Gagasan bukanlah kebenaran; dan kebenaran adalah sesuatu yang harus dialami langsung, dari saat ke saat.

        Itu bukan pengalaman yang Anda inginkan—yang hanya sekadar sensasi. Hanya bila kita bisa mengatasi onggokan gagasan—yang adalah sang aku, yang adalah batin, yang memiliki kelangsungan parsial atau lengkap—hanya bila kita bisa mengatasi itu, bila pikiran diam sama sekali, ada keadaan mengalami. Di situ orang akan tahu apa itu kebenaran.

        Tindakan
        17 Februari
        Tindakan Tanpa Proses Pikiran

        Apa yang kita maksud dengan gagasan?
        Jelas gagasan adalah proses pikiran, bukan?

        Gagasan adalah proses penalaran, berpikir; dan berpikir selalu merupakan reaksi, entah terhadap yang disadari atau terhadap yang tak disadari.

        Berpikir adalah proses penggunaan kata-kata, yang adalah hasil dari ingatan; berpikir adalah proses waktu.
        Jadi, bila tindakan didasarkan pada proses berpikir, tindakan itu mau tidak mau terkondisi, terisolasi.

        Gagasan berlawanan dengan gagasan, gagasan didominasi oleh gagasan.
        Lalu ada kesenjangan antara tindakan dan gagasan. Yang kita coba temukan ialah apakah mungkin ada tindakan tanpa gagasan.

        Kita melihat bagaimana gagasan memisahkan manusia satu dari yang lain. Seperti telah saya jelaskan, pengetahuan dan kepercayaan pada dasarnya bersifat memisahkan. Kepercayaan tidak pernah menyatukan manusia; ia selalu memisahkan manusia.
        Bila tindakan didasarkan pada kepercayaan atau gagasan atau cita-cita, tindakan seperti itu mau tidak mau terisolasi, terpecah-belah. Adalah mungkin untuk bertindak tanpa proses pikiran, pikiran sebagai proses waktu, proses perhitungan, proses melindungi diri, proses kepercayaan, pengingkaran, penyalahan, pembenaran.
        Tentu Anda melihat ini, seperti saya melihatnya, adanya kemungkinan tindakan tanpa gagasan.

        Tindakan
        18 Februari
        Apakah Gagasan Membatasi Tindakan?

        Apakah gagasan pernah menghasilkan tindakan, ataukah gagasan hanya sekadar mencetak pikiran dan oleh karena itu membatasi tindakan?
        Bila tindakan didorong oleh sebuah gagasan, tindakan tidak pernah dapat membebaskan manusia.

        Penting sekali bagi kita untuk memahami pokok ini. Jika sebuah gagasan membentuk tindakan, maka tindakan tidak dapat menghasilkan pemecahan bagi kesengsaraan kita, oleh karena sebelum dapat dijadikan tindakan, kita harus lebih dulu menemukan bagaimana gagasan itu muncul.

        Tindakan
        19 Februari
        Ideologi Menghalangi Tindakan

        Dunia ini selalu dekat dengan bencana. Tetapi sekarang tampak lebih dekat lagi.

        Melihat bencana yang menjelang ini, kebanyakan dari kita berlindung di dalam sebuah gagasan. Kita mengira bahwa bencana ini, krisis ini, dapat dipecahkan dengan sebuah ideologi.

        Ideologi selalu merupakan penghalang bagi hubungan langsung, menghalangi tindakan. Kita menginginkan perdamaian hanya sebagai gagasan, tetapi bukan sebagai aktualitas. Kita menginginkan perdamaian pada tingkat lisan, yang hanya pada tingkat berpikir, sekalipun dengan bangga kita menyebutnya tingkat intelektual.

        Tetapi kata perdamaian bukanlah perdamaian. Perdamaian hanya bisa terwujud bila kekacauan yang dibuat oleh Anda dan orang lain berakhir.

        Kita melekat pada alam gagasan dan bukan pada perdamaian. Kita mencari pola-pola sosial dan politik baru dan bukan perdamaian; kita berminat pada rekonsiliasi dari efek-efek dan bukan mengesampingkan sebab musabab dari perang. Pencarian ini hanya menghasilkan jawaban yang terkondisi oleh masa lampau.

        Keterkondisian ini adalah apa yang kita sebut pengetahuan, pengalaman; dan fakta-fakta baru yang terus berubah diterjemahkan, ditafsirkan, sesuai dengan pengetahuan ini.

        Jadi, ada konflik antara apa adanya dengan pengalaman yang lalu. Masa lampau, yang adalah pengalaman, mau tidak mau selalu bertentangan dengan fakta, yang selalu berada pada saat kini. Jadi, ini tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan hanya melestarikan kondisi yang telah menciptakan masalah itu.

        Tindakan
        20 Februari
        Tindakan Tanpa Penggagasan

        Gagasan adalah hasil proses pikiran; proses pikiran adalah respons ingatan; dan ingatan selalu terkondisi.

        Ingatan selalu di masa lampau, dan ingatan itu menjadi hidup di saat kini oleh suatu tantangan.

        Ingatan tidak punya kehidupan sendiri; ia menjadi hidup pada saat sekarang bila dihadapkan pada suatu tantangan.

        Dan semua ingatan, yang tidur atau yang aktif, adalah terkondisi, bukan?
        Jadi harus ada pendekatan yang lain sekali. Anda harus menemukan sendiri, di dalam, apakah Anda bertindak melalui suatu penggagasan, dan apakah ada tindakan tanpa penggagasan.

        Gagasan dan Tindakan Jiddu Krisnamurti
        Gagasan DAN Tindakan

        Tindakan
        21 Februari
        Bertindak Tanpa Gagasan Adalah Jalan Cinta

        Pikiran selamanya terbatas oleh si pemikir yang terkondisi; si pemikir selamanya terkondisi dan tidak pernah bebas; jika pikiran muncul, dengan segera gagasan mengikuti.

        Gagasan yang digunakan untuk bertindak mau tidak mau akan menciptakan lebih banyak kekacauan. Dengan mengetahui semua ini, mungkinkah untuk bertindak tanpa gagasan?

        Ya, itu adalah jalan cinta.

        Cinta bukanlah suatu gagasan; ia bukan perasaan; ia bukan ingatan; ia bukan perasaan menunda sesuatu, suatu alat untuk melindungi diri. Kita hanya dapat memahami jalan cinta apabila kita memahami seluruh proses gagasan.

        Nah, mungkinkah melepaskan semua jalan lain, dan memahami jalan cinta, yang adalah satu-satunya penebusan?

        Tidak ada cara lain, baik politis maupun religius, yang akan memecahkan masalah itu. Ini bukan suatu teori yang Anda renungkan lalu Anda anut dalam hidup; ia harus aktual. ...

        … Bila Anda mencinta, adakah gagasan?

        Jangan menerima begitu saja; pandanglah, selidikilah, selamilah secara mendalam; oleh karena kita telah mencoba segala macam jalan lain, dan tidak ada jawaban terhadap kesengsaraan.

        Para politisi mungkin memberi janji; organisasi-organisasi yang disebut agama mungkin menjanjikan kebahagiaan di masa depan; tetapi kita tidak memilikinya sekarang, dan masa depan relatif tidak penting jika saya lapar. Kita telah mencoba semua jalan lain; dan kita hanya dapat memahami jalan cinta apabila kita memahami jalan gagasan dan melepaskan gagasan, yang berarti bertindak

        MUTIARA KEHIDUPAN
        Meditasi Harian Bersama Krishnamurti
        oleh:
        J. Krishnamurti
        Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta

        Diterjemahkan dari:
        THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti.
        © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
        © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta

        Posted by Teguh De

        Jiddu Krisnamurti: Kepercayaan

          Mari kita lanjutkan, renungan kita lewat buku Meditasi Harian Bersama Jiddu Krisnamurti, yang pada kesempatan ini kita sampai pada topik pembahasan tentang Kepercayaan.

          Seperti pada topik-topik yang lalu (topik yang lalu dapat dilihat pada bagian bawah artikel), penulis tidak menambahkan apapun pada bagian isi dari buku, kecuali melakukan penataan paragraf-paragraf sebagai jeda dan sekaligus bagian yang dianggap layak untuk dipahami lebih mendalam.

          Artikel ini, -khususnya pengunggah tidak melakukan perubahan apapun - sesuai aslinya, kecuali perubahan yang dimaksud pada paragraf dua di atas.

          Harapannya, semoga artikel ini dapat dijadikan bahan renungan, kontemplasi bagi para pembaca.

          Silahkan cermati artikelnya berikut ini!

          Kepercayaan
          8 Februari

          Memahami Apa Adanya

          Jelas, orang yang memahami kehidupan tidak menginginkan kepercayaan.
          Orang yang mencinta tidak punya kepercayaan—ia mencinta.
          Orang yang dipenuhi inteleklah yang punya kepercayaan, oleh karena intelek selalu mencari rasa aman, mencari perlindungan; ia selalu menghindari bahaya, dan dengan demikian ia membangun gagasan-gagasan, kepercayaan-kepercayaan, cita-cita, yang di baliknya ia bisa berlindung.

          Apa yang terjadi bila Anda menggarap kekerasan secara langsung, sekarang?
          Anda akan menjadi bahaya bagi masyarakat; dan oleh karena batin melihat bahaya itu, ia berkata, Saya akan mencapai cita-cita tanpa-kekerasan sepuluh tahun lagi—suatu proses yang begitu fiktif, palsu ...

          Memahami apa adanya adalah lebih penting daripada menciptakan dan menganut cita-cita, oleh karena cita-cita adalah palsu, dan apa adanya adalah yang nyata.

          Memahami apa adanya membutuhkan kemampuan hebat, suatu batin yang tangkas dan tanpa-prasangka.

          Oleh karena kita tidak ingin menghadapi dan memahami apa adanya maka kita menciptakan banyak jalan untuk melarikan diri dan memberinya nama-nama indah sebagai cita-cita, kepercayaan, Tuhan.

          Jelas, hanya apabila saya melihat yang palsu sebagai palsu maka batin saya mampu melihat apa yang benar.

          Batin yang bingung dalam kepalsuan tidak pernah dapat menemukan kebenaran. Oleh karena itu, saya harus memahami apa yang palsu dalam hubungan-hubungan saya, dalam gagasan-gagasan saya, dalam segala sesuatu tentang diri saya, oleh karena untuk melihat kebenaran dibutuhkan pemahaman akan yang palsu.

          Tanpa membuang sebab-musabab ketidaktahuan, tidak mungkin ada pencerahan; dan mencari pencerahan ketika batin tak tercerahkan adalah hampa, tanpa makna sama sekali.

          Oleh karena itu, saya harus mulai melihat yang palsu dalam hubungan saya dengan gagasan-gagasan, dengan orang-orang, dengan benda-benda. Bila batin melihat apa yang palsu, maka apa yang benar muncul, lalu ada gairah kenikmatan, ada kebahagiaan.

          jiddu krisnamurti kepercayaan
          Jiddu Krisnamurti: Kepercayaan
          Kepercayaan
          9 Februari

          Apa yang Kita Percaya

          Apakah kepercayaan memberikan semangat?

          Dapatkah semangat bertahan tanpa kepercayaan; dan apakah semangat itu sendiri perlu, atau apakah diperlukan sejenis energi lain, suatu vitalitas, dorongan lain?

          Kebanyakan kita memiliki semangat untuk suatu hal. Kita sangat berminat dan bersemangat terhadap musik, terhadap olahraga, atau piknik. Kalau tidak dipupuk terus-menerus dengan sesuatu, semangat itu luntur, dan kita mempunyai semangat baru untuk sesuatu yang lain.

          Adakah daya, energi yang bisa bertahan, yang tidak bergantung pada kepercayaan?

          Pertanyaan lain ialah: Apakah kita perlu suatu kepercayaan apa pun, dan kalau ya, mengapa perlu?

          Itulah salah satu masalahnya. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa ada sinar matahari, ada pegunungan, ada sungai-sungai. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa kita bertengkar dengan istri kita. Kita tidak perlu kepercayaan bahwa kehidupan ini adalah kesengsaraan yang mengerikan dengan kepedihan, konflik, dan ambisi terus-menerus; itu adalah fakta. Tetapi kita menuntut kepercayaan bila kita ingin melarikan diri dari suatu fakta ke dalam apa yang tidak nyata.

          Kepercayaan
          10 Februari

          Terguncang oleh Kepercayaan

          Jadi, agama Anda, kepercayaan Anda kepada Tuhan, adalah pelarian dari aktualitas, dan oleh karena itu bukan agama sama sekali.

          Orang kaya yang mengumpulkan uang melalui kekejaman, melalui ketidakjujuran, melalui eksploitasi yang licik percaya kepada Tuhan; dan Anda juga percaya kepada Tuhan, Anda juga licik, kejam, curiga, iri.

          Apakah Tuhan dapat ditemukan melalui ketidakjujuran, melalui penipuan, melalui tipuan pikiran yang licik?

          Oleh karena Anda mengumpulkan semua kitab suci dan berbagai simbol Tuhan, apakah itu menandakan Anda seorang yang religius?

          Jadi, agama bukanlah pelarian dari fakta; agama adalah pemahaman fakta apa adanya diri Anda dalam hubungan Anda sehari-hari; agama adalah cara Anda berpidato, cara Anda bicara, cara Anda memperlakukan pelayan Anda, cara Anda memperlakukan istri, anak-anak Anda, dan tetangga Anda. Selama Anda tidak memahami hubungan Anda dengan tetangga Anda, dengan masyarakat, dengan istri dan anak-anak Anda, tentu ada kekacauan; dan, apa pun yang dilakukannya, batin yang kacau hanya akan menghasilkan lebih banyak kekacauan, lebih banyak masalah dan konflik.

          Batin yang melarikan diri dari apa yang aktual, dari fakta-fakta hubungan, tidak akan pernah menemukan Tuhan;
          batin yang terguncang oleh kepercayaan tidak akan mengenal kebenaran.
          Tetapi batin yang memahami hubungannya dengan harta benda, dengan manusia, dengan gagasan, batin yang tidak lagi berkutat dengan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh hubungan, dan yang untuk itu pemecahannya bukanlah menarik diri melainkan memahami cinta—hanya batin seperti itu dapat memahami realitas.

          Kepercayaan
          11 Februari

          Di Luar Kepercayaan

          Kita menyadari bahwa kehidupan ini buruk, menyakitkan, menyedihkan; kita menginginkan suatu teori, suatu spekulasi atau kepuasan, suatu doktrin, yang akan menjelaskan semua ini, dan dengan demikian kita terperangkap di dalam penjelasan, di dalam kata-kata, di dalam teori, dan berangsur-angsur kepercayaan tertanam kokoh dan tak tergoyahkan, oleh karena di balik kepercayaan itu, di balik dogma itu, ada ketakutan yang menetap terhadap apa yang tak diketahui.

          Tetapi kita tidak pernah memandang ketakutan itu; kita berpaling darinya.

          Makin kuat kepercayaan, makin kuat pula dogmanya. Dan jika kita meneliti kepercayaan-kepercayaan ini— Kristen, Hindu, Buddhis—kita melihat bahwa kepercayaan-kepercayaan itu memecah-belah manusia.

          Setiap dogma, setiap kepercayaan memiliki serangkaian ritual, serangkaian kewajiban yang mengikat manusia dan memisahkan manusia.

          Jadi, kita mulai dengan menyelidik untuk menemukan apa yang benar, apa makna kesengsaraan ini, pergulatan ini, kesakitan ini;
          dan dengan segera kita terperangkap di dalam kepercayaan, di dalam ritual, di dalam teori.

          Kepercayaan itu merusak, oleh karena di balik kepercayaan dan moralitas menyelinap pikiran, diri—diri itu tumbuh menjadi besar, kuat dan berkuasa. Kita menganggap kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan terhadap sesuatu sebagai agama. Kita menganggap percaya berarti religius.

          Pahamkah Anda?

          Jika Anda tidak percaya, Anda dianggap ateis, Anda akan dikutuk oleh masyarakat.

          Suatu masyarakat mengutuk mereka yang percaya Tuhan, masyarakat yang lain mengutuk mereka yang tidak percaya Tuhan. Kedua-duanya sama saja.

          Jadi, agama menjadi sekadar masalah kepercayaan—lalu kepercayaan bertindak dan mempengaruhi batin; lalu batin tidak mungkin menjadi bebas.

          Tetapi hanya di dalam kebebasan Anda dapat menemukan apa yang benar, apa itu Tuhan, bukan melalui kepercayaan apa pun, oleh karena kepercayaan Anda itu justru memproyeksikan apa yang Anda pikir Tuhan itu seharusnya, apa yang Anda pikir kebenaran itu seharusnya.

          Kepercayaan
          12 Februari

          Tabir Kepercayaan

          Anda percaya kepada Tuhan, dan orang lain tidak percaya kepada Tuhan;
          jadi kepercayaan Anda memisahkan Anda dari orang lain.

          Kepercayaan di seantero dunia diorganisir sebagai Hinduisme, Buddhisme, atau Kristianitas dll, dan itu memecah-belah manusia yang satu dari yang lain.

          Kita bingung, dan kita mengira bahwa melalui kepercayaan kita akan menjernihkan kebingungan itu. Artinya, kepercayaan diterapkan terhadap kebingungan itu, dan kita berharap dengan demikian kebingungan itu akan lenyap.

          Tetapi kepercayaan hanyalah sekadar pelarian dari fakta kebingungan; ia tidak membantu kita menghadapi dan memahami fakta kebingungan itu, melainkan melarikan diri dari kebingungan yang di dalamnya kita berada.

          Untuk memahami kebingungan tidak diperlukan kepercayaan, dan kepercayaan hanya berperan sebagai tabir di antara kita dengan masalah-masalah kita. Jadi, agama—yang adalah kepercayaan terorganisir—menjadi alat melarikan diri dari apa adanya, dari fakta kebingungan.

          Orang yang percaya kepada Tuhan, orang yang percaya kepada hari kemudian, atau yang mempunyai suatu bentuk kepercayaan lain, ia melarikan diri dari fakta dirinya. Tidakkah Anda pernah melihat orang yang percaya kepada Tuhan, yang melakukan ibadah, yang mengulang-ulang kata-kata dan doa-doa tertentu, dan yang dalam kehidupan sehari-harinya mendominasi, kejam, ambisius, penipu, tidak jujur?

          Apakah mereka akan menemukan Tuhan?
          Apakah mereka sungguh-sungguh mencari Tuhan?
          Apakah Tuhan akan ditemukan dengan mengulang-ulang kata-kata, melalui kepercayaan?
          Tetapi orang-orang seperti itu percaya kepada Tuhan, mereka memuja Tuhan, mereka pergi ke tempat ibadah setiap hari, mereka melakukan segala sesuatu untuk menghindari fakta diri mereka—dan orang-orang seperti itu Anda anggap terhormat karena mereka adalah Anda sendiri.

          Kepercayaan
          13 Februari

          Menghadapi Kehidupan Secara Baru

          Saya rasa, suatu hal yang kebanyakan dari kita senang menerima dan menganggap benar begitu saja adalah kepercayaan.

          Saya tidak menyerang kepercayaan. Yang kita coba lakukan ialah mengkaji mengapa kita menerima kepercayaan; dan jika kita dapat memahami motif, sebab musabab dari penerimaan, maka mungkin kita bukan hanya dapat memahami mengapa kita melakukannya, tetapi juga bebas dari itu.

          Kita bisa melihat betapa kepercayaan politik dan religius, kepercayaan nasional dan jenis-jenis kepercayaan lain, justru memisahkan manusia, justru menciptakan konflik, kekacauan, dan antagonisme—ini fakta yang gamblang; namun tetap saja kita tidak mau melepaskannya.

          Ada kepercayaan Hindu, kepercayaan Kristen, kepercayaan Buddhis—kepercayaan nasional dan sektarian tak terhitung banyaknya, berbagai ideologi politik, semua bersaing satu sama lain, yang satu mencoba menarik yang lain masuk ke dalam golongannya.

          Kita dapat melihat dengan jelas, kepercayaan memisahkan manusia, menciptakan ketidaktoleranan; mungkinkah untuk hidup tanpa kepercayaan?

          Kita dapat menjawabnya hanya jika kita dapat mengkaji diri kita sendiri dalam berhubungan dengan suatu kepercayaan.

          Mungkinkah untuk hidup di dunia ini tanpa suatu kepercayaan—bukan mengubah kepercayaan, bukan mengganti suatu kepercayaan dengan kepercayaan lain, melainkan sama sekali bebas dari semua kepercayaan, sehingga kita menghadapi kehidupan ini secara baru dari menit ke menit?

          Bagaimana pun juga, inilah kebenarannya: yakni memiliki kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu secara baru, dari saat ke saat, tanpa reaksi dari masa lampau yang mengkondisikan, sehingga tidak ada efek kumulatif yang bertindak sebagai penghalang antara diri kita dengan apa adanya.

          Kepercayaan
          14 Februari

          Kepercayaan Menghalangi Pemahaman Sejati

          Jika kita tidak punya kepercayaan, apakah yang akan terjadi dengan kita?

          Bukankah kita sangat takut akan apa yang akan terjadi?
          Jika kita tidak mempunyai suatu pola tindakan berdasarkan suatu kepercayaan—baik kepercayaan pada Tuhan, atau pada komunisme, atau sosialisme, atau imperialisme, atau pada suatu rumusan religius tertentu, suatu dogma yang di dalamnya kita terkondisi—kita merasa sama sekali kehilangan arah, bukan?
          Dan bukankah menerima kepercayaan berarti menyelubungi ketakutan itu—ketakutan untuk berada sebagai bukan apa-apa sama sekali, untuk kosong sama sekali?

          Bagaimana pun juga, sebuah cangkir hanya bermanfaat kalau ia kosong; dan batin yang dipenuhi dengan kepercayaan, dengan dogma, dengan pernyataan, dengan kutipan, sesungguhnya adalah batin yang tidak kreatif; itu cuma batin yang mengulang-ulang.

          Untuk melarikan diri dari ketakutan itu—ketakutan akan kekosongan, ketakutan akan kesepian, ketakutan akan kemandekan, tidak sampai, tidak berhasil, tidak mencapai, tidak berada sebagai sesuatu, tidak menjadi sesuatu—sesungguhnya adalah salah satu alasan mengapa kita menerima kepercayaan dengan begitu berminat dan begitu rakus, bukan?

          Dan, dengan menerima kepercayaan, apakah kita memahami diri kita sendiri?
          Malah sebaliknya.

          Suatu kepercayaan, entah religius entah politis, jelas menghalangi pemahaman diri sendiri. Ia berperan sebagai tabir, yang melalui itu kita memandang diri kita sendiri.

          Dapatkah kita memandang diri sendiri tanpa kepercayaan?
          Jika kita membuang kepercayaan-kepercayaan ini, banyak kepercayaan yang kita miliki, masih adakah sesuatu untuk dipandang?
          Jika kita tidak mempunyai kepercayaan yang dengan itu batin melihat dirinya, maka batin—tanpa identifikasi— mampu memandang dirinya sendiri sebagai apa adanya—lalu, sesungguhnya terdapat awal dari pemahaman diri sendiri.

          Topik Terdahulu:

          MUTIARA KEHIDUPAN
          Meditasi Harian Bersama
          Krishnamurti
          oleh:
          J. Krishnamurti
          Yayasan Krishnamurti Indonesia
          Jakarta
          
          Diterjemahkan dari:
          THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti.
          © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America 
          ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
          © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
          
          Posted by Teguh De

          Proses Menjadi dalam Mengenal Diri

            Proses menjadi adalah semua aksi untuk mewujudkan sebuah atau lebih dari visi dan misi, akibatnya perombakan dan penghancuran dari status quo. Disitu ada pergumulan, perusakan, perombakan, penolakan serta standarisasi segala hal. Standarisasi itu berdasar pada gagasan dan persepsi seseorang. Gagasan dan persepsi itu berbeda-beda karena dilandasi oleh BATIN orang bersangkutan, dan di situ ada ego.
            Simaklah secara lengkap pada topik-topik berikut ini!

            Proses Menjadi
            1 Februari

            Menjadi Adalah Pergulatan

            Hidup yang kita kenal, kehidupan sehari-hari kita, adalah suatu proses menjadi. Saya miskin, dan saya bertindak dengan suatu tujuan dalam pandangan saya, yakni menjadi kaya. Saya jelek dan ingin menjadi cantik. Oleh karena itu hidup saya adalah proses untuk menjadi sesuatu.

            Keinginan untuk ada adalah keinginan untuk menjadi, pada tingkat kesadaran yang berbeda-beda, dalam keadaan yang berbeda-beda, yang di situ terdapat tantangan, tanggapan, penamaan, dan pencatatan. Nah, menjadi adalah pergulatan, menjadi adalah kesakitan, bukan?

            Itu adalah perjuangan terus-menerus: saya sekarang begini, dan saya ingin menjadi begitu.

            Proses Menjadi
            2 Februari

            Semua Proses Menjadi Adalah Perusakan

            Batin mempunyai suatu gagasan, yang mungkin menyenangkan, dan ia ingin menjadi seperti gagasan itu, yang adalah proyeksi keinginan Anda.

            Ada keadaan begini, yang tidak Anda sukai, dan Anda ingin menjadi begitu, yang Anda sukai. Yang ideal itu diproyeksikan oleh diri; apa yang berlawanan adalah perluasan dari apa yang ada; itu sama sekali bukan yang berlawanan, melainkan kelanjutan dari apa yang ada, mungkin sedikit diubah. Proyeksi itu dikehendaki oleh diri, dan konflik adalah perjuangan menuju proyeksi itu. ...

            Anda berjuang untuk menjadi sesuatu, dan sesuatu itu adalah bagian dari diri Anda. Yang ideal itu adalah proyeksi Anda sendiri.

            Lihatlah betapa batin telah menipu dirinya sendiri. Anda berjuang mengejar kata-kata, mengejar proyeksi Anda sendiri, bayangan Anda sendiri. Anda penuh kekerasan, dan Anda berjuang untuk tidak lagi keras, yakni yang ideal; tetapi yang ideal itu adalah proyeksi apa yang ada, hanya saja dengan nama berbeda.

            Bila Anda menyadari tipuan yang Anda lakukan terhadap diri Anda sendiri, maka yang palsu terlihat sebagai yang palsu.

            Perjuangan menuju suatu ilusi adalah faktor yang merusak. Semua konflik, semua proses menjadi adalah perusakan. Bila ada kesadaran akan tipuan yang dilakukan batin terhadap dirinya sendiri, maka yang ada hanyalah apa adanya.

            Bila batin terbebas dari semua proses menjadi, dari semua yang ideal, dari semua pembandingan dan pengutukan, bila semua struktur dirinya runtuh, maka apa adanya mengalami transformasi sepenuhnya.

            Selama masih ada pemberian nama terhadap apa adanya, maka ada hubungan antara batin dengan apa adanya; tetapi bila proses penamaan ini—yang adalah ingatan, yakni struktur batin itu sendiri—tidak ada, maka apa adanya tidak ada lagi. Hanya di dalam transformasi ini terdapat integrasi.

            Proses Menjadi
            3 Februari

            Dapatkah Batin yang Mentah Menjadi Peka?

            Simaklah pertanyaan itu, simaklah makna di balik kata-katanya.

            Dapatkah batin yang mentah menjadi peka?

            Jika saya berkata batin saya mentah, dan saya mencoba menjadi peka, maka upaya untuk menjadi peka itu sendiri adalah kementahan. Harap lihat ini. Jangan heran, tetapi pandanglah.

            Sedangkan, jika saya melihat bahwa saya mentah tanpa ingin berubah, tanpa mencoba menjadi peka, jika saya mulai memahami apa arti kementahan, mengamatinya dalam hidup saya dari hari ke hari—cara makan saya yang rakus, cara saya memperlakukan orang dengan kasar, kebanggaan, keangkuhan, kekasaran tingkah laku dan pikiran-pikiran saya—maka pengamatan itu sendiri mentransformasikan apa adanya.

            Demikian pula, jika saya bodoh dan saya berkata saya harus menjadi cerdas, maka upaya untuk menjadi cerdas itu hanyalah wujud kebodohan yang lebih besar; oleh karena yang penting adalah memahami kebodohan.

            Betapa banyak pun saya mencoba menjadi cerdas, kebodohan saya tetap ada. Saya mungkin mencapai polesan di permukaan dengan belajar, saya mungkin mampu mengutip dari buku-buku, membeo ucapan para penulis besar, tetapi pada dasarnya saya tetap bodoh.

            Tetapi jika saya melihat dan memahami kebodohan ketika ia menampilkan diri dalam kehidupan saya sehari-hari—bagaimana saya memperlakukan pelayan saya, bagaimana saya memandang tetangga saya, orang miskin, orang kaya, pegawai rendah—maka kesadaran itu sendiri menghasilkan runtuhnya kebodohan.

            Proses Menjadi
            4 Februari

            Kesempatan untuk Memperluas-diri

            Struktur hirarkis memberikan kesempatan baik untuk memperluas-diri. Anda mungkin menginginkan persaudaraan, tetapi bagaimana mungkin ada persaudaraan jika Anda mengejar pembedaan spiritual?

            Anda mungkin tersenyum terhadap gelar-gelar duniawi; tetapi ketika Anda mengakui Sang Master, juruselamat, guru di bidang kerohanian, tidakkah Anda masih membawa sikap duniawi itu?

            Apakah mungkin ada pembagian dan gelar-gelar hirarkis dalam pertumbuhan spiritual, dalam pemahaman kebenaran, dalam merealisasikan Tuhan?

            Cinta tidak mengakui pembagian. Entah Anda mencinta atau tidak mencinta; tetapi jangan buat ketiadaan cinta menjadi proses bertele-tele yang tujuannya adalah cinta. Bila Anda tahu Anda tidak mencinta, bila Anda sadar tanpa memilih akan fakta itu, maka ada kemungkinan terjadi transformasi; tetapi memupuk dengan rajin pembedaan antara Guru dan murid, antara orang yang telah sampai dan orang yang belum sampai, antara juru selamat dan pendosa, berarti mengingkari cinta. Si pengeksploitir, yang pada gilirannya dieksploitir, mendapatkan padang perburuan yang menyenangkan dalam kegelapan dan ilusi ini.

            ... Pemisahan antara Tuhan atau realitas dengan Anda dibuat oleh Anda sendiri, oleh batin yang melekat kepada apa yang diketahui, kepada kepastian, kepada rasa aman. Keterpisahan ini tidak bisa dijembatani; tiada ritual, tiada latihan, tiada kurban yang dapat menyeberangkan Anda; tiada juru selamat, tiada Master, tiada guru yang dapat menuntun Anda kepada yang nyata atau melenyapkan keterpisahan ini. Pembagian ini bukan antara yang nyata dengan Anda; itu ada di dalam diri Anda sendiri.

            ... Yang penting adalah memahami konflik keinginan yang makin meningkat; dan pemahaman ini hanya datang melalui pengenalan-diri dan kesadaran terus-menerus akan gerak-gerik diri.

            Proses Menjadi
            5 Februari

            Di Luar Semua Pengalaman

            Untuk memahami diri dibutuhkan kecerdasan yang kuat, keawasan, kewaspadaan yang kuat, mengamati tanpa henti, sehingga diri itu tidak lolos.

            Saya, yang amat bersungguh-sungguh, ingin melenyapkan diri. Bila saya mengatakan itu, saya tahu adalah mungkin untuk melenyapkan diri. Harap sabar. Pada saat saya berkata, “Saya ingin melenyapkan ini,” dan di dalam proses yang saya ikuti untuk melenyapkannya terdapat pengalaman tentang diri, dan dengan demikian diri itu diperkuat.

            Jadi, bagaimana mungkin bagi diri untuk tidak mengalami? Kita dapat melihat bahwa penciptaan sama sekali bukan pengalaman tentang diri. Penciptaan ada bila diri tidak ada, oleh karena penciptaan bukanlah intelektual, bukan berasal dari pikiran, bukan diproyeksikan oleh diri, merupakan sesuatu yang berada di luar semua pengalaman seperti yang kita kenal.

            Mungkinkah bagi batin untuk sungguh hening, berada dalam keadaan tak mengenal, yang berarti tak mengalami, berada dalam keadaan yang di situ penciptaan dapat berlangsung—yang berarti, bila diri tidak ada, bila diri absen? Apakah pertanyaan saya ini jelas, atau tidak?

            ... Masalahnya adalah ini, bukan? Setiap gerak dari batin, positif atau negatif, adalah pengalaman yang sesungguhnya memperkuat sang “aku”. Mungkinkah bagi batin untuk tak mengenal? Itu hanya dapat terjadi bila terdapat keheningan sempurna, tetapi bukan keheningan yang merupakan pengalaman dari diri dan yang dengan demikian memperkuat diri.

            Proses Menjadi
            6 Februari

            Apakah Diri Itu?

            Mengejar kekuasaan, kedudukan, otoritas, ambisi dan sebagainya adalah bentuk-bentuk diri yang berbeda-beda.

            Tetapi yang penting adalah memahami diri, dan saya rasa Anda dan saya meyakini hal itu. Jika boleh saya tambahkan, marilah kita bersungguh-sungguh dalam hal ini, oleh karena saya merasa, jika Anda dan saya sebagai individu—bukan sebagai kelompok dari kelas tertentu, masyarakat tertentu, wilayah iklim tertentu—dapat memahami ini dan bertindak terhadapnya, maka saya rasa akan ada revolusi yang sesunguhnya. Pada saat itu menjadi universal dan terorganisasikan dengan lebih baik, maka diri berlindung ke dalamnya; sedangkan, jika Anda dan saya sebagai individu dapat mencinta, dapat menerapkan ini secara aktual dalam kehidupan sehari-hari, maka revolusi yang begitu penting akan terjadi. ...

            Tahukah Anda, apa yang saya maksud dengan diri?

            Yang saya maksud dengan itu adalah gagasan, ingatan, kesimpulan, pengalaman, berbagai niat yang dapat disebut atau tidak, daya upaya sadar untuk menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu, timbunan ingatan di bawah-sadar, sifat rasial, kelompok, individu, marga, dan semuanya, entah itu diproyeksikan keluar dalam tindakan, entah diproyeksikan secara spiritual sebagai kebajikan; perjuangan mengejar semua itu adalah diri.

            Di dalamnya termasuk persaingan, keinginan menjadi sesuatu. Seluruh proses itu adalah diri; dan kita tahu secara aktual—ketika kita menghadapinya—bahwa itu jahat. Saya sengaja menggunakan kata ‘jahat’, oleh karena diri itu memecah-belah; diri itu menutup-diri; kegiatannya, betapa pun mulia, terpisah dan terisolasi. Kita tahu semua itu. Kita juga tahu bahwa adalah luar biasa saat-saat ketika diri itu tidak ada, yang di situ tidak terdapat rasa berupaya, berjuang, dan yang terjadi apabila ada cinta.

            Proses Menjadi
            7 Februari

            Bila Ada Cinta, Diri Tidak Ada

            Realitas, kebenaran bukan untuk dikenali. Agar kebenaran bisa muncul, kepercayaan, pengetahuan, pengalaman, kebajikan, pengejaran kebajikan—yang berbeda dari keadaan bajik— semua ini harus pergi.

            Orang bajik yang dengan sadar mengejar kebajikan tidak akan pernah menemukan realitas. Ia mungkin orang yang sangat sopan; itu sama sekali lain dari orang yang memiliki kebenaran, dari orang yang paham. Bagi orang yang memiliki kebenaran, kebenaran telah muncul.

            Seorang yang bajik adalah orang yang lurus, dan orang yang lurus tidak pernah dapat memahami apa itu kebenaran; oleh karena kebajikan baginya adalah penyelubungan diri, penguatan diri; oleh karena ia mengejar kebajikan. Ketika ia berkata, “Saya harus bebas dari keserakahan,” maka keadaan yang di situ ia tanpa-keserakahan dan yang dialaminya akan memperkuat diri. Itu sebabnya mengapa penting sekali untuk menjadi miskin, bukan hanya miskin dalam hal-hal duniawi, melainkan juga miskin dalam kepercayaan dan dalam pengetahuan.

            Orang yang kaya dengan kekayaan duniawi, atau orang yang kaya dengan pengetahuan dan kepercayaan, tidak pernah akan tahu apa-apa kecuali kegelapan, dan akan menjadi pusat segala kerusakan dan kesengsaraan.

            Tetapi jika Anda dan saya, sebagai individu, dapat melihat seluruh sepak terjang diri ini, maka kita akan tahu apa itu cinta.

            Percayalah, itu satu-satunya reformasi yang mampu mengubah dunia. Cinta bukanlah diri. Diri tidak dapat mengenal cinta. Anda berkata, “Saya mencinta,” tetapi, ketika berkata itu, ketika mengalami itu, cinta itu tidak ada. Tetapi bila Anda tahu cinta, diri tidak ada. Bila ada cinta, diri tidak ada.


            MUTIARA KEHIDUPAN Meditasi Harian Bersama Krishnamurti oleh: J. Krishnamurti Yayasan Krishnamurti Indonesia Jakarta Diterjemahkan dari: THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti. © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
            Posted by Teguh De

            Pengenalan Diri

              Pengenalan-diri, 22 Januari

              Dapatkah Saya Bergantung pada Pengalaman Saya?

              Kebanyakan dari kita puas dengan otoritas karena ia memberi kita kesinambungan, kepastian, suatu rasa terlindung. Tetapi orang yang ingin memahami implikasi dari revolusi psikologis yang mendalam ini haruslah bebas dari otoritas, bukan?

              Ia tidak dapat mengharapkan otoritas apa pun, baik yang diciptakannya sendiri maupun yang dipaksakan oleh orang lain.

              Mungkinkah itu?

              Mungkinkah bagi saya untuk tidak bergantung pada otoritas pengalaman saya sendiri?
              Bahkan setelah saya membuang semua ungkapan lahiriah dari otoritasbuku, guru, rohaniwan, tempat ibadah, kepercayaan—saya masih merasa bahwa setidak-tidaknya saya dapat bergantung pada penilaian saya sendiri, pada pengalaman saya sendiri, pada analisis saya sendiri.

              Tetapi dapatkah saya bergantung pada pengalaman saya, pada penilaian saya, pada analisis saya?
              Pengalaman saya adalah hasil dari keterkondisian saya, persis seperti pengalaman Anda adalah hasil dari keterkondisian Anda, bukan?
              Saya mungkin dibesarkan sebagai seorang Muslim, atau Buddhis, atau Hindu, dan pengalaman saya ditentukan oleh latar belakang budaya, ekonomis, sosial, dan religius, persis seperti pengalaman Anda juga.
              Dapatkah saya bergantung pada itu?>br/> Dapatkah saya bergantung untuk mendapatkan tuntunan saya, harapan, penglihatan yang membuat saya yakin dalam penilaian saya sendiri, yang lagi-lagi adalah hasil dari akumulasi ingatan, pengalaman, keterkondisian masa lampau yang berjumpa dengan saat kini? ...

              Nah, bila saya ajukan semua pertanyaan ini kepada diri saya sendiri, dan saya sadar akan masalah ini, saya melihat bahwa hanya ada satu keadaan yang di situ realitas, kebaruan, dapat muncul, yang menghasilkan suatu revolusi.

              Keadaan itu adalah bila batin sama sekali kosong dari masa lampau, bila di situ tiada si penganalisis, tiada pengalaman, tiada penilaian, tiada otoritas dalam bentuk apa pun.

              Pengenalan-diri, 23 Januari

              Pengenalan-Diri Adalah Proses

              Jadi, untuk memahami berbagai masalah yang tak terhitung banyaknya yang dihadapi oleh kita masing-masing, tidakkah mutlak perlu untuk mengenal diri?

              Dan itu adalah salah satu hal yang paling sukar, kesadaran-diri—yang bukan berarti isolasi, menarik diri.
              Jelas, mengenal diri adalah mutlak perlu; tetapi untuk mengenal diri tidak berarti menarik diri dari hubungan. Dan jelas salah untuk berpikir bahwa kita dapat mengenal diri secara bermakna, secara tuntas, secara penuh, melalui isolasi, melalui penolakan terhadap orang, atau dengan pergi kepada seorang psikolog, atau kepada seorang rohaniwan, atau bahwa kita dapat belajar mengenal diri dari sebuah buku.

              Pengenalan-diri adalah jelas suatu proses, bukan tujuan itu sendiri; dan untuk mengenal diri, kita harus sadar akan diri kita dalam tindakan, yang adalah hubungan.

              Anda menemukan diri Anda, bukan dalam isolasi, bukan dalam menarik diri, melainkan dalam hubungan—dalam hubungan dengan masyarakat, dengan istri Anda, dengan suami Anda, dengan saudara Anda, dengan manusia lain; tetapi untuk melihat bagaimana Anda bereaksi, apa respons Anda, hal itu membutuhkan kewaspadaan batin luar biasa, suatu ketajaman persepsi.

              Pengenalan Diri
              Pengenalan Diri JK
              Pengenalan-diri, 24 Januari

              Batin yang Tak Terikat

              Transformasi di dunia dihasilkan melalui transformasi diri sendiri, oleh karena diri adalah produk dan bagian dari keseluruhan proses eksistensi manusia.

              Untuk mentransformasikan diri, pengenalan-diri adalah mutlak perlu; tanpa mengenal apa adanya diri Anda, tidak ada landasan bagi pikiran benar, dan tanpa mengenal diri Anda sendiri tidak mungkin ada transformasi.

              Kita harus mengenal diri kita seperti apa adanya, bukan seperti apa yang kita inginkan, yang hanyalah sekadar suatu cita-cita, dan oleh karena itu khayal, tidak nyata; hanya apa adanya yang dapat ditransformasikan, bukan apa yang Anda inginkan.

              Mengenal diri sendiri seperti apa adanya membutuhkan kewaspadaan batin luar biasa, oleh karena apa adanya itu mengalami transformasi, perubahan terus-menerus; dan untuk dapat mengikutinya dengan cepat batin tidak boleh terikat pada suatu dogma atau kepercayaan tertentu, kepada suatu pola tindakan tertentu.

              Kalau Anda ingin menelusuri sesuatu, tidak baik jika terikat.

              Untuk mengenal diri Anda sendiri, harus ada keadaan-sadar, suatu kewaspadaan batin yang di situ terdapat kebebasan dari semua kepercayaan, dari semua idealisasi, oleh karena kepercayaan dan cita-cita hanya memberi Anda warna, yang mendistorsikan persepsi yang sebenarnya.

              Jika Anda ingin mengenal apa adanya diri Anda, Anda tidak dapat membayangkan atau percaya kepada sesuatu yang bukan apa adanya diri Anda.

              Jika saya serakah, cemburu, penuh kekerasan, maka hanya sekadar memiliki cita-cita tentang tanpakekerasan, tentang tanpa-keserakahan, tidak banyak bermanfaat. ...

              Pemahaman akan apa adanya diri Anda, apa pun itu—buruk atau indah, jahat atau merugikan—pemahaman akan apa adanya diri Anda, tanpa distorsi, adalah awal dari kebajikan. Kebajikan mutlak perlu, oleh karena ia memberi kebebasan.

              Pengenalan-diri, 25 Januari

              Mengenal-Diri Secara Aktif

              Tanpa pengenalan-diri, pengalaman menghasilkan ilusi; dengan pengenalan-diri, pengalaman—yang adalah respons terhadap tantangan—tidak meninggalkan sisa kumulatif sebagai ingatan. Pengenalan-diri adalah penemuan dari saat ke saat gerak-gerik diri, niat-niatnya dan upaya-upayanya, pikiran-pikirannya dan nafsu-nafsunya. Tidak pernah ada “pengalamanku” dan “pengalamanmu”; istilah “pengalamanku” itu sendiri menandakan ketidaktahuan dan diterimanya ilusi.

              Pengenalan-diri, 26 Januari

              Kreativitas Melalui Pengenalan-Diri

              Tidak ada metode untuk mengenal diri.

              Mencari metode mau tidak mau menyiratkan keinginan untuk mencapai suatu hasil—dan itulah yang dikehendaki oleh kita semua. Kita mengikuti otoritas—jika bukan otoritas seseorang, maka otoritas sebuah sistem, atau sebuah ideologi—karena kita menghendaki suatu hasil yang memuaskan, yang akan memberi kita rasa aman.

              Kita sesungguhnya tidak menghendaki untuk memahami diri kita sendiri, dorongan-dorongan dan reaksi-reaksi kita, seluruh proses berpikir kita, yang disadari maupun tak disadari; kita lebih suka menjalankan sebuah sistem yang memberikan jaminan hasil.

              Tetapi menjalankan sebuah sistem mau tidak mau adalah hasil keinginan untuk memperoleh rasa aman, memperoleh kepastian, dan hasilnya jelas bukan pemahaman diri sendiri.

              Bila kita mengikuti sebuah metode, kita harus menganut otoritas—Guru, Juruselamat, Master—yang akan menjamin bagi kita apa yang kita inginkan; jelas ini bukan jalan untuk mengenal diri.

              Otoritas menghalangi pengenalan diri, bukan?

              Di bawah perlindungan sebuah otoritas, perlindungan seorang penuntun, Anda mungkin mempunyai rasa aman, rasa sejahtera untuk sementara, tetapi itu bukan pemahaman seluruh proses diri sendiri. Otoritas pada hakikatnya menghalangi penyadaran penuh akan diri sendiri, dan oleh karena itu pada akhirnya menghancurkan kebebasan; hanya di dalam kebebasan terdapat kreativitas. Kreativitas hanya mungkin ada melalui pengenalan diri.

              Pengenalan-diri, 27 Januari

              Batin Hening, Batin Sederhana

              Apabila kita sadar akan diri kita sendiri, bukankah seluruh gerak kehidupan adalah jalan untuk membongkar sang aku, ego, diri?

              Diri adalah proses yang amat rumit, yang hanya dapat dibongkar dalam hubungan, dalam kegiatan kita sehari-hari, dalam cara kita bicara, cara kita menilai, menghitung-hitung, cara kita mengutuk orang lain dan diri sendiri.

              Semua itu mengungkapkan terkondisinya pikiran kita sendiri; dan tidakkah penting untuk menyadari seluruh proses ini?

              Hanya melalui kesadaran akan apa yang benar dari saat ke saat terdapat penemuan akan apa yang berada di luar waktu, yang abadi. Tanpa pengenalan-diri, yang abadi tidak mungkin muncul.

              Bila kita tidak mengenal diri kita sendiri, yang abadi menjadi sekadar kata semata-mata, suatu simbol, suatu spekulasi, suatu dogma, suatu kepercayaan, suatu ilusi yang kepadanya batin bisa melarikan diri.

              Tetapi jika kita mulai memahami sang aku dalam semua sepak-terjangnya sehari-hari, maka di dalam pemahaman itu sendiri, tanpa upaya apa pun, apa yang tak bernama, yang berada di luar waktu, muncul. Tetapi yang di luar waktu itu bukan ganjaran bagi pengenalan-diri.

              Yang abadi tidak dapat dikejar; batin tidak bisa memilikinya. Ia muncul bila batin hening, dan batin hanya bisa hening bila ia sederhana, bila ia tidak lagi menimbun, mengutuk, menghakimi, menimbang-nimbang.

              Hanyalah batin yang sederhana yang dapat memahami apa yang nyata, bukan batin yang penuh dengan kata-kata, pengetahuan, informasi. Batin yang menganalisis, menghitung-hitung, bukanlah batin yang sederhana.

              Pengenalan-diri, 28 Januari

              Pengenalan-Diri

              Tanpa pengenalan diri, apa pun yang Anda lakukan, tidak mungkin ada keadaan meditasi.

              Yang saya maksud dengan pengenalan diri adalah menyadari setiap pikiran, setiap suasana batin, setiap kata, setiap perasaan; menyadari kegiatan batin Anda—bukan menyadari diri tertinggi, Aku yang luhur, tidak ada itu; diri yang lebih tinggi, atman, masih berada di dalam lingkup pikiran.

              Pikiran adalah hasil keterkondisian Anda, pikiran adalah respons ingatan Anda— ingatan nenek moyang atau ingatan belum lama berselang.

              Dan sekadar mencoba bermeditasi tanpa lebih dulu menegakkan secara mendalam, sehingga tak tercabut kembali, kebajikan yang datang dari pengenalan diri adalah sama sekali menyesatkan dan sama sekali tak berharga.

              Mohon diperhatikan, ini sangat penting bagi mereka yang serius untuk memahami ini. Oleh karena jika Anda tidak dapat melakukannya, maka meditasi Anda dan kehidupan sehari-hari Anda tercerai, terpisah—begitu jauh terpisah sehingga sekalipun mungkin Anda bermeditasi, duduk bersila terus-menerus, sepanjang sisa hidup Anda, Anda tidak akan melihat lebih jauh dari hidung Anda; sikap tubuh apa pun yang Anda ambil, apa pun yang Anda lakukan, tidak akan berarti sama sekali.

              ... Penting dipahami apa pengenalan diri ini: sekadar sadar, tanpa memilih sedikit pun, akan sang aku yang bersumber pada seonggok ingatan—sekadar menyadarinya tanpa menafsirkan, sekadar mengamati gerakan batin.

              Tetapi pengamatan itu terhalang bila Anda mengumpulkan melalui pengamatan: apa yang harus dikerjakan, apa yang tak boleh dikerjakan, apa yang harus dicapai; jika Anda lakukan itu, Anda mengakhiri proses yang hidup dari gerakan batin sebagai diri.

              Artinya, saya harus mengamati dan melihat faktanya, yang aktual, apa adanya. Jika saya mendekatinya dengan sebuah gagasan, dengan sebuah opini—misalnya, saya harus begini, atau saya tidak boleh begitu, yang adalah respons ingatan—maka gerakan dari apa adanya akan terhalang, terbendung; dan oleh karena itu, tidak terjadi belajar.

              Pengenalan-diri 29 Januari

              Kekosongan Kreatif

              Tidak dapatkah Anda sekadar menyimak ini seperti tanah menerima benih, dan melihat apakah batin mampu menjadi bebas, menjadi kosong?

              Ia bisa menjadi kosong hanya dengan memahami seluruh proyeksi-proyeksinya, seluruh kegiatannya, bukan kadang-kadang saja, melainkan dari hari ke hari, dari saat ke saat. Maka Anda akan menemukan jawabannya, maka Anda akan melihat bahwa perubahan muncul tanpa diminta, bahwa keadaan kekosongan kreatif bukanlah sesuatu untuk dipupuk—ia ada, ia datang menyelinap, tanpa diundang, dan hanya dalam keadaan itulah terdapat kemungkinan pembaruan, kebaruan, revolusi.

              Pengenalan-diri 30 Januari

              Pengetahuan-Diri

              Berpikir benar datang dengan pengenalan-diri. Tanpa memahami diri Anda, Anda tidak punya dasar untuk berpikir; tanpa pengenalan-diri, yang Anda pikir adalah tidak benar.

              Anda dan dunia bukan dua entitas berbeda dengan problem terpisah; Anda dan dunia adalah satu.

              Problem Anda adalah problem dunia. Anda mungkin hasil dari kecenderungan-kecenderungan tertentu, dari pengaruh lingkungan, tetapi Anda tidak berbeda secara mendasar dengan orang lain.

              Secara batiniah, kita semua sangat mirip; kita semua didorong oleh keserakahan, keinginan jahat, ketakutan, ambisi dan sebagainya. Kepercayaan, harapan, aspirasi kita mempunyai landasan bersama. Kita adalah satu; kita adalah satu kemanusiaan, sekalipun batas-batas artifisial dari ekonomi dan politik dan prasangka memecah-belah kita.

              Jika Anda membunuh orang lain, Anda merusak diri sendiri.

              Anda adalah pusat dari keseluruhan, dan tanpa memahami diri Anda sendiri Anda tidak dapat memahami realitas.

              Kita mempunyai pengetahuan intelektual tentang kesatuan ini, tetapi kita tetap menyimpan pengetahuan dan perasaan dalam kotak-kotak yang berbeda, dan oleh karena itu kita tidak pernah mengalami kesatuan yang luar biasa dari manusia.

              Pengenalan-diri, 31 Januari

              Relasi Adalah Cermin

              Pengenalan-diri bukanlah mengikuti suatu rumusan tertentu.

              Anda boleh pergi kepada seorang psikolog atau psikoanalis untuk mengetahui diri Anda, tetapi itu bukan pengenalan-diri.

              Pengenalan-diri muncul apabila kita menyadari diri kita di dalam hubungan, yang memperlihatkan apa adanya diri kita dari saat ke saat. Hubungan adalah cermin yang di dalamnya kita melihat diri kita sendiri seperti apa adanya.

              Tetapi kebanyakan dari kita tidak mampu memandang diri sendiri seperti apa adanya dalam hubungan, oleh karena kita langsung mulai menyalahkan atau membenarkan apa yang kita lihat. Kita menghakimi, kita menilai, kita membandingkan, kita menolak atau menerima, tetapi kita tidak pernah sungguh-sungguh mengamati apa adanya, dan bagi kebanyakan orang tampaknya ini hal yang paling sukar dilakukan; namun hanya inilah awal dari pengenalan-diri.

              Jika kita mampu melihat diri kita seperti apa adanya di dalam cermin luar biasa dari hubungan, yang tidak mendistorsikan, jika kita bisa sekadar memandang ke dalam cermin ini dengan penuh perhatian dan sungguh-sungguh melihat apa adanya, menyadarinya tanpa menyalahkan, tanpa menghakimi, tanpa menilai—dan kita melakukan ini apabila terdapat minat yang sungguh-sungguh—maka kita akan menemukan bahwa batin mampu membebaskan dirinya dari semua keterkondisian; dan hanya di situlah batin bebas untuk menemukan apa yang terletak di luar lingkup pikiran.

              Bagaimana pun juga, betapa pun terpelajar atau betapa pun remeh batin, ia sadar atau tidak sadar terbatas, terkondisi, dan setiap perluasan dari pengkondisian ini masih terletak di dalam lingkup pikiran. Maka, kebebasan adalah sesuatu yang sama sekali lain.

              Tulisan sebelumnya :

              MUTIARA KEHIDUPAN
              Meditasi Harian Bersama Krishnamurti
              oleh: J. Krishnamurti
              Yayasan Krishnamurti Indonesia Jakarta
              
              Diterjemahkan dari:
              THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti.
              © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America 
              ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
              © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
              
              
              Posted by Teguh De

              Otoritas Sosok Menakutkan dalam Belajar

                Topik ketiga dari Buku Meditasi Bersama Jiddu Krisnamurti, adalah Otoritas. Menyambung 2 topik yang telah disharing pada kesempatan lalu.

                Otoritas,laksana seorang jendral dengan segala hormat dan etika kedudukannya, merupakan penghalang bagi manusia untuk belajar dan mengenal dirinya. Keangkuhan sebuah otoritas telah membasmi dan menghancurkan seluruh rencana bangunan kesadaran yang akan dibangun.

                Otoritas, adalah sesuatu baik yang bersifat fisik maupun imaginasi yang kita sandari untuk mendapatkan kenyamanan, dan kepuasan

                Otoritas apapun itu, adalah buruk bagi pengembangan kesadaran

                Silakan simak lebih lengkap dalam paragraf-paragraf singkat di bawah ini!

                Otoritas 14 Januari
                Otoritas Menghalangi Belajar

                Pada umumnya kita belajar melalui pengkajian, melalui buku-buku, melalui pengalaman, atau melalui pengajaran.

                Semua itu adalah cara umum untuk belajar.

                Kita menghafalkan apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan, bagaimana harus berpikir dan bagaimana tidak seharusnya berpikir, bagaimana merasakan, bagaimana bereaksi.

                Melalui pengalaman, melalui studi, melalui analisis, melalui penggalian, melalui pemeriksaan introspektif, kita menimbun pengetahuan sebagai ingatan; dan lalu ingatan merespons tantangan dan tuntutan baru, yang dari situ terjadi proses belajar lebih lanjut. ...

                Apa yang dipelajari dimasukkan ke dalam ingatan sebagai pengetahuan, dan pengetahuan itu berfungsi bila terdapat tantangan, atau bila kita ingin melakukan sesuatu.

                Nah, saya rasa ada cara belajar yang sama sekali lain, dan saya akan berbicara sedikit tentang itu; tetapi untuk memahaminya, dan untuk belajar dengan cara lain ini, Anda harus membuang otoritas sama sekali; kalau tidak, Anda hanya akan diajari, dan Anda hanya akan mengulang apa yang Anda dengar.

                Itulah sebabnya sangat penting untuk memahami hakikat otoritas.

                Otoritas menghalangi belajar—belajar yang bukan penimbunan pengetahuan sebagai ingatan. Ingatan selalu merespons dalam pola; tidak ada kebebasan.

                Orang yang terbebani dengan pengetahuan, dengan pengajaran, yang terbungkuk-bungkuk dengan hal-hal yang telah dipelajarinya, tidak pernah bebas. Ia mungkin luar biasa fasih berbicara, tetapi timbunan pengetahuannya menghalanginya untuk bebas, dan oleh karena itu ia tidak mampu belajar.

                Otoritas 15 Januari
                Menghancurkan Adalah Menciptakan

                Untuk bebas Anda harus memeriksa otoritas, seluruh kerangka otoritas, mencabik-cabik seluruh hal yang kotor itu. Dan itu membutuhkan energi, energi fisik sesungguhnya, dan itu juga menuntut energi psikologis. Tetapi energi itu musnah, terbuang percuma, bila kita berada dalam konflik. ...

                Jadi, bila terdapat pemahaman akan seluruh proses konflik, maka terjadilah pengakhiran dari konflik, dan terdapat energi berlimpah. Lalu Anda dapat melanjutkan terus, meruntuhkan rumah yang telah Anda bangun selama berabad-abad dan tidak punya makna sama sekali.

                Anda tahu, menghancurkan adalah menciptakan. Kita harus menghancurkan, bukan bangunan fisik, bukan sistem sosial atau ekonomi—ini terjadi setiap hari—melainkan pertahanan-pertahanan psikologis, baik yang disadari atau tak disadari, rasa aman yang telah kita bangun secara rasional, individual, mendalam, atau dangkal.

                Kita harus meruntuhkan semua itu agar kita sepenuhnya tanpa pertahanan, karena Anda harus tanpa pertahanan untuk dapat mencinta dan merasakan kasih sayang.

                Maka Anda akan melihat dan memahami ambisi, otoritas; dan Anda mulai melihat kapan otoritas perlu dan pada tingkat mana—otoritas polisi dan tidak lebih. Maka tiada otoritas pembelajaran, tiada otoritas pengetahuan, tiada otoritas kemampuan, tiada otoritas yang diambil oleh fungsi dan yang menjadi kedudukan.

                Memahami seluruh otoritas—dari guru-guru, Master-Master, dan lain-lain—membutuhkan batin yang amat tajam, otak yang jernih, bukan otak yang keruh, bukan otak yang tumpul.

                Otoritas 16 Januari
                Kebajikan Tidak Punya Otoritas

                Dapatkah batin bebas dari otoritas, yang berarti bebas dari rasa takut, sehingga ia tidak mungkin lagi menjadi pengikut?

                Jika ya, ini mengakhiri peniruan, yang menjadi mekanis.

                Bagaimana pun juga, kebajikan, etika, bukanlah mengulang-ulang apa yang baik.

                Pada saat itu menjadi mekanis, itu bukan lagi kebajikan. Kebajikan adalah sesuatu yang harus berlangsung dari saat ke saat, seperti kerendahan hati.

                Kerendahan hati tidak bisa dipupuk, dan batin yang tidak punya kerendahan hati tidak bisa belajar.

                Jadi kebajikan tidak punya otoritas.

                Moralitas masyarakat bukan moralitas sama sekali; itu bahkan tidak bermoral karena mengakui kompetisi, keserakahan, ambisi, dan oleh karena itu masyarakat justru mendorong imoralitas.

                Kebajikan adalah sesuatu yang mengatasi moralitas.

                Tanpa kebajikan tidak ada ketertiban, dan ketertiban bukan menurut suatu pola, menurut suatu rumusan. Batin yang mengikuti suatu rumusan dengan mendisiplinkan dirinya sendiri untuk mencapai kebajikan akan menciptakan masalah imoralitas bagi dirinya sendiri.

                Suatu otoritas luar yang diobyektifkan oleh batin—selain dari hukum—sebagai Tuhan, sebagai moralitas dan sebagainya menjadi destruktif ketika batin berupaya memahami apa kebajikan sejati itu.

                Kita memiliki otoritas kita sendiri sebagai pengalaman, sebagai pengetahuan, yang kita coba ikuti.

                Terdapat pengulangan, peniruan terus-menerus yang kita kenal ini.

                Otoritas psikologis—bukan otoritas hukum, atau polisi yang menjaga ketertiban—otoritas psikologis, yang dimiliki setiap orang, menghancurkan kebajikan karena kebajikan adalah sesuatu yang hidup, bergerak. Seperti Anda tidak mungkin memupuk kebajikan, seperti Anda tidak mungkin memupuk cinta, begitu pula Anda tidak mungkin memupuk kebajikan; dan di situ terdapat keindahan yang luhur.

                Kebajikan adalah nonmekanis, dan tanpa kebajikan tidak ada landasan untuk berpikir secara jernih.

                Otoritas 17 Januari
                Batin yang Tua Terikat oleh Otoritas

                Masalahnya adalah: mungkinkah batin yang begitu terkondisi—terdidik dalam sekte, agama yang tak terhitung banyaknya, dan segala takhyul, ketakutan—melepaskan diri dari dirinya sendiri dan dengan demikian menghasilkan batin yang baru?

                ...

                Batin yang tua pada dasarnya adalah batin yang terikat oleh otoritas.

                Saya tidak menggunakan istilah ‘otoritas’ dalam arti hukum; yang saya maksud dengan kata itu adalah otoritas sebagai tradisi, otoritas sebagai pengetahuan, otoritas sebagai pengalaman, otoritas sebagai cara untuk memperoleh rasa aman dan tinggal dalam rasa aman itu, secara lahiriah atau batiniah, oleh karena bagaimana pun juga, itulah yang selalu dicari oleh batin—suatu tempat yang di situ ia bisa merasa aman, tak terganggu.

                Otoritas seperti itu mungkin otoritas sebuah gagasan yang diterapkan sendiri, atau apa yang disebut gagasan religius tentang Tuhan, yang tidak punya realitas bagi orang yang benar-benar religius.

                Gagasan bukan fakta, tapi fiksi.

                Tuhan adalah fiksi; Anda mungkin percaya itu, tapi itu tetap fiksi. Tetapi untuk menemukan Tuhan, Anda harus menghancurkan fiksi itu sepenuhnya, oleh karena batin yang tua adalah batin yang takut, yang ambisius, yang takut mati, takut hidup, dan takut berhubungan; dan batin seperti itu terus-menerus, sadar atau tidak sadar, mencari sesuatu yang abadi, mencari rasa aman.

                Otoritas 18 Januari
                Bebas Sejak Awal

                Jika kita bisa memahami dorongan di balik keinginan kita untuk menguasai atau dikuasai, maka mungkin kita bisa bebas dari efek memasung dari otoritas.

                Kita ingin merasa pasti, merasa benar, memperoleh sukses, mengetahui; dan keinginan akan kepastian ini, akan keabadian, di dalam diri kita membangun otoritas pengalaman pribadi, sementara di luar membangun otoritas masyarakat, keluarga, agama, dan sebagainya.

                Tetapi sekadar mengabaikan otoritas saja, membuang simbol-simbol lahiriahnya saja, sangat sedikit maknanya.

                Melepaskan diri dari suatu tradisi dan memeluk tradisi lain, meninggalkan pemimpin ini dan mengikuti pemimpin itu, adalah suatu perilaku yang dangkal.

                Jika kita ingin menyadari seluruh proses otoritas, jika kita ingin melihat sifatnya yang tertuju ke dalam, jika kita ingin memahami dan mengatasi keinginan akan kepastian, maka kita harus memiliki kesadaran dan pencerahan yang luas; kita harus bebas, bukan pada akhir, melainkan sejak awal.

                Otoritas 19 Januari
                Pembebasan dari Ketidaktahuan, dari Kesedihan

                Kita menyimak dengan harapan dan ketakutan, kita mencari cahaya orang lain, tetapi tidak bersikap pasif dengan waspada untuk dapat memahami.

                Jika orang yang telah bebas tampak memenuhi keinginan kita, kita menerimanya; jika tidak, kita terus mencari orang yang akan memenuhi keinginan kita; dan yang diinginkan oleh kebanyakan kita adalah pemuasan pada berbagai tingkat.

                Yang penting bukanlah bagaimana mengenali orang yang telah bebas, melainkan bagaimana memahami diri Anda.

                Tidak ada otoritas di sini sekarang, atau di akhirat nanti, yang dapat memberi Anda pengetahuan tentang diri Anda; tanpa pengenalan-diri tidak ada pembebasan dari ketidaktahuan, dari kesedihan

                Otoritas 20 Januari
                Mengapa Kita Menjadi Pengikut?

                Mengapa kita menerima, mengapa kita menjadi pengikut?

                Kita mengikuti otoritas orang lain, pengalaman orang lain, lalu meragukannya; pencarian otoritas ini, beserta ikutannya yakni kekecewaan, adalah proses yang menyakitkan bagi kebanyakan dari kita.

                Kita menyalahkan atau mengritik otoritas, pemimpin, guru yang dulu diterima, tetapi kita tidak menyelidiki kehausan kita sendiri akan otoritas yang dapat menuntun perilaku kita; sekali kita memahami kehausan ini, kita akan memahami pula makna keraguan.

                Otoritas dalam Pembelajaran
                Otoritas Merusak si Pemimpin dan Pengikut
                sumber: https://kriyayoganusantara.wordpress.com
                Otoritas 21 Januari
                Otoritas Merusak Si Pemimpin maupun Pengikut

                Kesadaran-diri adalah sulit, dan karena kebanyakan dari kita lebih menyenangi jalan yang mudah dan memberikan impian, kita membuat otoritas yang membentuk pola kehidupan kita.

                Otoritas mungkin berupa kolektif, negara; atau mungkin bersifat pribadi, Master, juruselamat, guru.

                Otoritas dalam bentuk apa pun membutakan, ia menghasilkan sikap tidak mau berpikir; dan karena kebanyakan dari kita mendapati bahwa berpikir berarti mengalami kesakitan, kita menyerahkan diri kepada otoritas.

                Otoritas menyangkut kekuasaan, dan kekuasaan selalu disentralisir dan oleh karena itu sama sekali merusak; ia merusak, bukan hanya si pemegang kekuasaan, melainkan juga merusak orang yang mengikutinya.

                Otoritas pengetahuan dan pengalaman adalah menyesatkan, entah itu diletakkan pada sang Master, wakilnya atau rohaniwan.

                Yang penting adalah hidup Anda sendiri, konflik yang tampak tak ada hentinya ini, bukan pola perilaku atau sang pemimpin.

                Otoritas Master dan rohaniwan mengalihkan perhatian Anda dari masalah pokok, yang adalah konflik di dalam diri Anda sendiri.

                Tulisan sebelumnya:

                MUTIARA KEHIDUPAN
                Meditasi Harian Bersama Krishnamurti
                oleh: J. Krishnamurti
                Yayasan Krishnamurti Indonesia Jakarta
                
                Diterjemahkan dari:
                THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti.
                © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America
                ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
                © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
                
                Posted by Teguh De

                Pengertian Belajar Menurut Jiddu Krisnamurti

                  Topik kedua dalam Buku Mutiara Kehidupan, Meditas Harian Jiddu Krisnamurti adalah Belajar. Dalam Topik ini JK memberikan pengetian belajar dan proses belajar secara eksklusif dan benar.

                  Makna belajar serta cara belajar dituangkan dalam paragraf-paragraf singkat dan padat. Proses belajar terekam dalam semua paragraf secara keseluruhan. Bila tidak benar-benar dalam proses belajar, proses itu hanya menghasilkan sampah yang disebut ingatan.

                  Pengertian Belajar Jiddu Krisna Murti Meditasi max-width=
                  Pengertian Belajar
                  Sumber gambar: https://rickpdx.wordpress.com/2010/05/12/krishnamurti-audio/
                  Bacaan Penunjang: Menyimak
                  Belajar, 8 Januari
                  Memandang dengan Intensitas

                  ... Saya rasa, belajar adalah sangat sukar, seperti menyimak.

                  Kita tidak pernah sungguh-sungguh menyimak kepada sesuatu karena batin kita tidak bebas; telinga kita tersumbat oleh hal-hal yang sudah kita ketahui; dengan demikian menyimak menjadi luar biasa sulit.

                  Saya rasa—atau lebih tepat, faktanya—jika kita dapat menyimak kepada sesuatu dengan seluruh diri kita, dengan tekun, dengan vitalitas, maka tindakan menyimak itu sendiri merupakan faktor yang membebaskan.

                  Tetapi sayang sekali, Anda tidak pernah menyimak, terbukti Anda tidak pernah belajar dari situ. Bagaimana pun juga, Anda hanya belajar bila Anda memberikan seluruh diri Anda kepada sesuatu.

                  Bila Anda memberikan seluruh diri Anda kepada matematika, Anda belajar. Tetapi bila Anda berada dalam keadaan kontradiksi, bila Anda tidak ingin belajar tapi terpaksa belajar, maka itu menjadi sekadar proses penimbunan.

                  Belajar itu seperti membaca novel dengan tokoh-tokoh yang amat banyak; ia menuntut perhatian penuh dari Anda, bukan perhatian yang saling bertentangan.

                  Jika Anda ingin mempelajari sehelai daun—sehelai daun di musim semi atau sehelai daun di musim panas—Anda harus sungguh-sungguh memandangnya, melihat simetrinya, teksturnya, sifat dari daun yang hidup. Ada keindahan, ada kegiatan, ada vitalitas di dalam sehelai daun. Jadi untuk belajar tentang daun, bunga, awan, matahari yang terbenam, atau seorang manusia, Anda harus memandang dengan intensitas sepenuhnya.

                  Belajar, 9 Januari
                  Untuk Dapat Belajar, Batin Harus Diam.

                  Untuk menemukan sesuatu yang baru, Anda harus berangkat sendirian; Anda harus berangkat dengan betul-betul telanjang, terutama dalam hal pengetahuan, oleh karena mudah sekali, melalui pengetahuan dan kepercayaan, untuk memperoleh berbagai pengalaman; tetapi pengalaman-pengalaman itu tidak lebih dari produk proyeksi-diri, dan oleh karena itu sama sekali tidak nyata, palsu.

                  Jika Anda ingin menemukan sendiri apa yang baru, tidak ada gunanya membawa-bawa beban apa yang lama, terutama pengetahuan—pengetahuan orang lain, betapa pun besarnya.

                  Anda menggunakan pengetahuan sebagai cara untuk memproyeksikan diri sendiri, memperoleh rasa aman, dan Anda ingin merasa yakin bahwa Anda memperoleh pengalaman yang sama seperti Buddha, atau Yesus, atau si X.

                  Tetapi orang yang terus-menerus berlindung di balik pengetahuan jelas bukan pencari kebenaran. ...

                  Untuk menemukan kebenaran, tidak ada jalan. ...

                  Bila Anda ingin menemukan sesuatu yang baru, bila Anda bereksperimen dengan apa pun, batin Anda harus sangat diam, bukan?

                  Jika batin Anda penuh sesak, dipenuhi fakta, pengetahuan, mereka bertindak sebagai penghalang bagi apa yang baru. Kesulitannya bagi kebanyakan dari kita ialah bahwa pikiran menjadi begitu penting, bermakna secara mencolok, sehingga terus-menerus mengganggu sesuatu yang mungkin baru, mengganggu sesuatu yang mungkin berada bersamaan dengan apa yang diketahui.

                  Jadi, pengetahuan dan pembelajaran adalah penghalang bagi mereka yang ingin mencari, bagi mereka yang ingin mencoba memahami apa yang berada di luar waktu.

                  Belajar, 10 Januari
                  Belajar Bukan Pengalaman

                  Kata ‘belajar’ punya arti penting.

                  Ada dua macam belajar.

                  Bagi kebanyakan dari kita, belajar berarti mengumpulkan pengetahuan, pengalaman, teknologi, ketrampilan, bahasa.

                  Juga, ada belajar secara psikologis, belajar melalui pengalaman, baik pengalaman hidup langsung, yang meninggalkan suatu sisa tertentu sebagai tradisi, ras, masyarakat.

                  Demikianlah kedua jenis belajar untuk menghadapi kehidupan ini: secara psikologis dan secara fisiologis; ketrampilan lahir dan ketrampilan batin.

                  Sesungguhnya tidak ada garis pembatas di antara keduanya; keduanya tumpang tindih.

                  Sekarang kita tidak mempersoalkan ketrampilan yang kita peroleh dengan latihan, pengetahuan teknologis yang kita peroleh dengan studi. Yang kita bicarakan adalah belajar secara psikologis, yang selama berabad-abad kita peroleh atau warisi sebagai tradisi, pengetahuan, pengalaman.

                  Ini kita sebut belajar, tapi saya mempertanyakan apakah itu benar-benar belajar. Saya tidak bicara tentang belajar suatu ketrampilan, bahasa, teknik, melainkan saya bertanya: apakah batin pernah belajar secara psikologis?

                  Ia belajar, dan dengan apa yang dipelajarinya ia menghadapi tantangan kehidupan. Ia selalu menerjemahkan kehidupan atau tantangan baru menurut apa yang telah dipelajarinya. Itulah yang kita lakukan. Apakah itu belajar?

                  Tidakkah ‘belajar’ menyiratkan sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak saya ketahui dan saya belajar? Jika saya sekadar menambah apa yang sudah saya ketahui, itu bukan lagi belajar.

                  Belajar, 11 Januari
                  Kapan Mungkin Belajar?

                  Menyelidik dan belajar adalah fungsi dari batin.

                  Saya maksud dengan belajar bukan sekadar memupuk ingatan atau mengumpulkan pengetahuan, melainkan kemampuan berpikir secara jernih dan waras tanpa ilusi, berangkat dari fakta dan bukan dari kepercayaan atau cita-cita.

                  Tidak ada belajar jika pikiran berasal dari kesimpulan.

                  Sekadar memperoleh informasi atau pengetahuan bukanlah belajar.

                  Belajar menyiratkan kecintaan terhadap pemahaman dan kecintaan melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri. Belajar hanya mungkin jika tidak ada paksaan dalam bentuk apa pun.

                  Dan paksaan mengambil banyak bentuk, bukan?

                  Ada paksaan melalui pengaruh, melalui kelekatan atau ancaman, melalui dorongan persuasif, atau wujud-wujud halus dari ganjaran.

                  Kebanyakan orang mengira bahwa belajar didorong dengan pembandingan, padahal faktanya adalah kebalikannya. Pembandingan menghasilkan frustrasi dan hanya mendorong irihati, yang dinamakan kompetisi. Seperti bentuk-bentuk lain dari persuasi, pembandingan menghalangi belajar dan memupuk ketakutan.

                  Belajar, 12 Januari
                  Belajar Bukanlah Menimbun

                  Belajar itu berbeda dengan mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses yang berlangsung terus-menerus, bukan proses penambahan, bukan proses yang di situ Anda menimbun dan dari situ bertindak.

                  Kebanyakan dari kita mengumpulkan pengetahuan sebagai ingatan, sebagai gagasan, menyimpannya sebagai pengalaman, dan dari situ bertindak.

                  Dengan demikian, kita bertindak dari pengetahuan, pengetahuan teknologis, pengetahuan sebagai pengalaman, pengetahuan sebagai tradisi, pengetahuan yang telah kita peroleh melalui kecenderungan-kecenderungan kita.

                  Dengan latar belakang itu, dengan timbunan itu sebagai pengetahuan, sebagai pengalaman, sebagai tradisi, kita bertindak.

                  Dalam proses itu tidak ada belajar.

                  Belajar tidak pernah akumulatif: ia adalah gerak yang terus-menerus.

                  Saya tidak tahu apakah Anda pernah menyelami masalah ini: apakah belajar itu dan apakah memperoleh pengetahuan itu? ...

                  Belajar bukanlah menimbun. Anda tidak mungkin menimbun pembelajaran, dan dari gudang timbunan itu bertindak.

                  Anda belajar sambil berjalan. Dengan demikian, tidak pernah ada saat kemunduran, kerusakan atau kemerosotan.

                  Belajar, 13 Januari
                  Belajar Tidak Punya Masa Lampau

                  Kearifan adalah sesuatu yang harus ditemukan oleh setiap orang, dan itu bukan hasil dari pengetahuan.

                  Pengetahuan dan kearifan tidak dapat berjalan bersama-sama.

                  Kearifan datang apabila terdapat pengenalan-diri yang matang. Tanpa mengenal diri sendiri, tidak mungkin ada ketertiban, dan oleh karena itu tidak ada kebajikan.

                  Nah, belajar tentang diri sendiri, dan mengumpulkan pengetahuan tentang diri sendiri, adalah dua hal yang berbeda. ...

                  Batin yang mengumpulkan pengetahuan tidak pernah belajar.

                  Yang dilakukannya adalah ini: Ia mengumpulkan bagi dirinya sendiri informasi, pengalaman sebagai pengetahuan, dan dari latar belakang apa yang telah dikumpulkannya, ia mengalami, ia belajar; dan oleh karena itu ia tidak pernah sungguh-sungguh belajar, tetapi selamanya mengetahui, memperoleh.

                  Belajar adalah selalu pada masa kini yang aktif; ia tidak punya masa lampau.

                  Pada saat Anda berkata kepada diri sendiri, “Saya telah belajar,” itu telah menjadi pengetahuan, dan dari latar belakang pengetahuan itu Anda dapat menimbun, menerjemahkan, tetapi Anda tidak dapat belajar lebih jauh.

                  Hanya batin yang tidak memperoleh, melainkan selalu belajar—hanya batin seperti itu dapat memahami seluruh entitas yang kita namakan ‘aku’, diri.

                  Saya harus mengenal diri sendiri, strukturnya, hakikatnya, makna entitas ini secara total; tetapi saya tidak dapat melakukannya dengan terbebani pengetahuan terdahulu, dengan pengalaman terdahulu, atau dengan batin yang terkondisi, oleh karena kalau begitu saya tidak belajar.

                  Saya hanyalah menafsirkan, menerjemahkan, memandang dengan mata yang telah kabur oleh masa lampau.

                  MUTIARA KEHIDUPAN
                  Meditasi Harian Bersama Krishnamurti
                  oleh: J. Krishnamurti
                  Yayasan Krishnamurti Indonesia Jakarta
                  
                  Diterjemahkan dari:
                  THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti.
                  © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America
                  ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH
                  © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta
                  
                  Posted by Teguh De

                  Menyimak dalam Meditasi Harian Jiddu Krisnamurti

                    Dalam buku Mutiara Kehidupan J. Krisnamurti, Bab pertama dibahas adalah Menyimak. Menyimak sebagai proses meditasi atau paling tidak menurut Jiddu Krisnamurti, mempunyai makna yang sangat dalam. Bukan hanya perilaku mendengar dan memperhatikan, namun lebih dari sekedar itu.

                    Silakan simak lebih jauh dalam kutipan yang Saya Copy dari Buku Mutiara Kehidupan: Meditasi Harian Bersama Jiddu Krisnamurti.

                    Menyimak dalam Pandangan Jiddu Krisnamurti
                    Menyimak dengan Cara Benar
                    Sumber gambar : https://rickpdx.wordpress.com/2010/05/12/krishnamurti-audio/
                    Menyimak dengan Nyaman (1 Januari)

                    Pernahkah Anda duduk dengan sangat diam, bukan memusatkan perhatian pada sesuatu, bukan berupaya untuk berkonsentrasi, melainkan dengan batin sangat hening, sungguh-sungguh diam?

                    Maka Anda akan mendengar segala sesuatu, bukan?

                    Anda mendengar suara-suara yang jauh maupun yang lebih dekat, suara-suara yang amat dekat, yang muncul di dekat Anda—yang sesungguhnya berarti Anda tengah menyimak terhadap segala sesuatu.

                    Batin Anda tidak terkungkung pada satu alur sempit. Jika Anda dapat menyimak dengan cara ini, menyimak dengan nyaman, tanpa tegang, Anda akan mendapati suatu perubahan luar biasa terjadi dalam diri Anda, perubahan yang terjadi tanpa Anda kehendaki, tanpa Anda minta; dan dalam perubahan itu terdapat keindahan luhur dan kedalaman pencerahan.

                    Mengesampingkan Tabir-Tabir (2 Januari)

                    Bagaimana Anda menyimak?

                    Apakah Anda menyimak dengan proyeksi-proyeksi Anda, melalui proyeksi Anda, melalui ambisi, keinginan, ketakutan, kecemasan Anda, dengan hanya mendengar apa yang Anda ingin dengar, hanya apa yang memuaskan, apa yang memenuhi dahaga, apa yang memberikan kenyamanan, apa yang untuk sementara meringankan penderitaan Anda?

                    Jika Anda menyimak melalui tabir keinginan-keinginan Anda, maka jelas Anda menyimak suara Anda sendiri; Anda menyimak keinginan-keinginan Anda sendiri.

                    Dan adakah bentuk menyimak lain?

                    Bukankah penting untuk menemukan bagaimana menyimak, bukan hanya menyimak apa yang dikatakan, melainkan juga menyimak segala sesuatu— menyimak kebisingan di jalan-jalan, menyimak kicau burung, menyimak berisiknya trem di jalan, menyimak laut yang tidak bisa diam, menyimak suara suami Anda, menyimak istri Anda, menyimak teman-teman Anda, menyimak tangis bayi?

                    Penyimakan menjadi penting hanya bila kita tidak memproyeksikan keinginan-keinginan kita melalui apa yang kita simak.

                    Dapatkah kita mengesampingkan semua tabir itu, yang melaluinya kita menyimak, dan sungguh-sungguh menyimak?

                    Di Luar Kebisingan Kata-Kata (3 Januari)

                    Menyimak adalah seni yang tidak mudah didapat, tetapi di situ terdapat keindahan dan pemahaman luhur.

                    Kita menyimak dengan berbagai kedalaman diri kita, tetapi cara menyimak kita selalu disertai suatu prakonsepsi atau berangkat dari suatu sudut pandang tertentu.

                    Kita tidak sekadar menyimak; selalu ada tabir menyela berupa pikiran-pikiran, kesimpulan-kesimpulan dan prasangka-prasangka kita sendiri. ...

                    Untuk dapat menyimak haruslah ada keheningan di dalam, kebebasan dari ketegangan untuk memperoleh sesuatu, suatu perhatian yang rileks.

                    Keadaan yang waspada tapi pasif ini mampu mendengar apa yang berada di luar kesimpulan kata-kata.

                    Katakata membingungkan; itu hanya cara berkomunikasi lahiriah; tetapi untuk menghayati di luar kebisingan kata-kata haruslah ada sikap pasif tapi waspada di dalam menyimak.

                    Mereka yang mencinta dapat menyimak; tetapi amat jarang orang menemukan seorang penyimak.

                    Kebanyakan dari kita selalu mengejar hasil, menggapai cita-cita; kita selamanya mengatasi dan menaklukkan, dan dengan demikian tidak menyimak.

                    Hanya di dalam menyimak kita mendengar nyanyian katakata.

                    Menyimak Tanpa Pikiran (4 Januari)

                    Saya tidak tahu apakah Anda pernah menyimak seekor burung.

                    Menyimak sesuatu menuntut bahwa batin Anda harus hening—bukan keheningan mistikal, melainkan sekadar hening.

                    Saya mengatakan sesuatu kepada Anda, dan untuk menyimak saya, Anda harus hening, bukan membiarkan segala macam gagasan berdengung di dalam batin Anda.

                    Ketika Anda memandang sekuntum bunga, Anda memandangnya, bukan memberinya nama, bukan menggolongkannya, bukan berkata bunga itu termasuk spesies anu—kalau Anda lakukan itu, Anda tidak lagi memandangnya.

                    Dengan demikian saya berkata, menyimak adalah salah satu hal yang paling sulit dilakukan—menyimak seorang komunis, menyimak seorang sosialis, menyimak anggota parlemen, menyimak sang kapitalis, menyimak siapa pun, menyimak istri Anda, menyimak anak-anak Anda, menyimak tetangga Anda, menyimak kondektur bus, menyimak seekor burung—sekadar menyimak.

                    Hanya apabila Anda menyimak tanpa gagasan, tanpa pikiran, maka Anda berhubungan secara langsung; dan dengan berhubungan langsung, Anda akan memahami apakah yang dikatakannya itu benar atau salah; Anda tidak perlu berdiskusi.

                    Menyimak Membawa Kebebasan (5 Januari)

                    Bila Anda berupaya untuk menyimak, apakah Anda menyimak?

                    Tidakkah upaya itu sendiri mengalihkan perhatian sehingga menghalangi penyimakan?

                    Apakah Anda berupaya ketika Anda menyimak sesuatu yang menyenangkan Anda?

                    ...

                    Anda tidak menyadari kebenaran, Anda juga tidak melihat yang palsu sebagai palsu selama batin Anda dipenuhi daya upaya, dipenuhi pembandingan, dipenuhi pembenaran dan pengutukan. ...

                    Menyimak itu sendiri adalah tindakan yang lengkap; tindakan menyimak itu membawa kebebasannya sendiri.

                    Tetapi apakah Anda sungguh-sungguh berminat untuk menyimak, atau berminat untuk mengubah kegoncangan di dalam batin Anda?

                    Jika Anda menyimak ... dalam arti menyadari konflik-konflik dan kontradiksi-kontradiksi Anda tanpa memaksakannya ke dalam suatu pola pikir tertentu, mungkin semua itu akan berakhir. Lihat, kita terus-menerus mencoba menjadi ini-itu, mencoba mencapai suatu keadaan tertentu, mencoba menangkap suatu pengalaman tertentu dan menghindari pengalaman lain, dengan demikian, batin terus-menerus sibuk dengan sesuatu; ia tidak pernah diam untuk menyimak bisingnya pergulatan dan kesakitannya sendiri.

                    Bersikaplah sederhana ... dan jangan mencoba menjadi sesuatu atau menangkap suatu pengalaman.

                    Menyimak Tanpa Upaya (6 Januari)

                    Anda sekarang menyimak saya; Anda tidak berupaya untuk menyimak, Anda sekadar menyimak.

                    Dan jika terdapat kebenaran dalam apa yang Anda dengar, Anda akan mendapati suatu perubahan luar biasa terjadi dalam diri Anda—suatu perubahan yang tidak dipikirkan dulu atau diinginkan, suatu transformasi, suatu revolusi menyeluruh, yang di situ kebenaran itu sendiri berkuasa dan bukan ciptaan batin Anda.

                    Dan kalau boleh saya sarankan, Anda harus menyimak secara itu kepada segala sesuatu—bukan hanya kepada apa yang saya katakan, tetapi juga kepada apa yang dikatakan orang lain, kepada kicau burung-burung, kepada peluit lokomotif, kepada kebisingan bus yang melintas.

                    Anda akan mendapati bahwa semakin banyak Anda menyimak kepada segala sesuatu, makin besar keheningan, dan lalu keheningan itu tidak terputus oleh kebisingan.

                    Hanya jika Anda menentang sesuatu, hanya jika Anda mendirikan penghalang antara Anda dengan apa yang Anda tidak mau simak—hanya di situlah terdapat pergulatan.

                    Menyimak Diri Anda Sendiri (7 Januari)

                    PENANYA: Selagi saya berada di sini menyimak Anda, tampaknya saya paham, tetapi bila saya pergi dari sini, saya tidak paham, sekalipun saya mencoba menerapkan apa yang Anda katakan.

                    KRISHNAMURTI: ... Anda menyimak diri Anda sendiri, dan bukan menyimak pembicara.

                    Jika Anda menyimak pembicara, ia menjadi pemimpin Anda, cara Anda untuk memahami—yang mengerikan, yang jahat, karena Anda lalu membuat hirarki otoritas.

                    Jadi, apa yang Anda lakukan di sini adalah menyimak diri Anda sendiri. Anda memandang gambar yang dilukis oleh pembicara, yang adalah gambar Anda sendiri, bukan gambar pembicara.

                    Jika sampai di sini jelas, bahwa Anda memandang diri Anda sendiri, maka Anda dapat berkata, “Nah, saya melihat diri saya seperti apa adanya, dan saya tidak ingin melakukan sesuatu terhadap itu”—dan semua itu berakhir.

                    Tetapi jika Anda berkata, “Saya melihat diri saya seperti apa adanya, dan harus ada perubahan,” maka Anda mulai bekerja dengan berangkat dari pemahaman Anda sendiri—yang sama sekali lain dari penerapan apa yang dikatakan pembicara. ...

                    Tetapi jika, sementara pembicara berbicara, Anda menyimak diri Anda sendiri, maka dari penyimakan itu timbullah kejelasan, timbullah kepekaan; dari penyimakan itu batin menjadi sehat, kuat. Tanpa menurut atau menentang, batin menjadi hidup, intens—dan hanya manusia seperti itulah yang dapat menciptakan generasi baru, suatu dunia baru.

                    Baca Topik Selanjutnya: Belajar Bersama Jiddu Krisnamurti
                    MUTIARA KEHIDUPAN
                    Meditasi Harian Bersama Krishnamurti oleh: J. Krishnamurti Yayasan Krishnamurti Indonesia Jakarta Diterjemahkan dari: THE BOOK OF LIFE, Daily Meditations with Krishnamurti. © 1995 oleh Krishnamurti Foundation of America ke dalam bahasa Indonesia oleh: Dr. Hudoyo Hupudio, MPH © terjemahan (2005) pada: Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta.
                    Posted by Teguh De

                    Mengesampingkan Tabir-tabir


                      Menyimak, 2 Januari

                      Mengesampingkan Tabir-Tabir

                      Bagaimana Anda menyimak? Apakah Anda menyimak dengan proyeksi-proyeksi Anda, melalui proyeksi Anda, melalui ambisi, keinginan, ketakutan, kecemasan Anda, dengan hanya mendengar apa yang Anda ingin dengar, hanya apa yang memuaskan, apa yang memenuhi dahaga, apa yang memberikan kenyamanan, apa yang untuk sementara meringankan penderitaan Anda?

                      Jika Anda menyimak melalui tabir keinginan-keinginan Anda, maka jelas Anda menyimak suara Anda sendiri; Anda menyimak keinginan-keinginan Anda sendiri. Dan adakah bentuk menyimak lain? Bukankah penting untuk menemukan bagaimana menyimak, bukan hanya menyimak apa yang dikatakan, melainkan juga menyimak segala sesuatu— menyimak kebisingan di jalan-jalan, menyimak kicau burung, menyimak berisiknya trem di jalan, menyimak laut yang tidak bisa diam, menyimak suara suami Anda, menyimak istri Anda, menyimak teman-teman Anda, menyimak tangis bayi? Penyimakan menjadi penting hanya bila kita tidak memproyeksikan keinginan-keinginan kita melalui apa yang kita simak. Dapatkah kita mengesampingkan semua tabir itu, yang melaluinya kita menyimak, dan sungguh-sungguh menyimak?


                      Posted by Teguh De